Orang yang kelebihan berat badan dan obesitas memiliki risiko prediabetes dan diabetes, penelitian di beberapa negara ada sekitar 47% sampai dengan 90% penderita Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) adalah kelebihan berat badan atau obesitas.

 

Siapa yang Disebut Prediabetes?

Ketua PERSADIA Wilayah Jakarta, Bogor, Bekasi, Depok, Prof. Dr. dr. Mardi Santoso, konsultan endokrinologi dan penyakit metabolik, dalam workshop yang diselenggarakan Nutrifood dan BPOM tentang ‘Cerdas Baca Label Kemasan, Hindari Risiko Obesitas’ pada 4 Maret 2021, menjelaskan, prediabetes ditentukan dengan pemeriksaan di laboratorium.

 

Jika kadar glukosa darah puasa 100-125 mg/dl dan atau kadar glukosa darah 2 jam setelah makan (post prandial) 140-199 mg/dl, maka seseorang sudah dinyatakan prediabetes. 

 

Ada beberapa faktor risiko prediabetes:

  • Orang yang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas

  • Melahirkan bayi dengan berat badan 4 kg atau lebih

  • Pola makan porsi besar tetapi kurang gerak

  • Memiliki riwayat diabetes di keluarga.

 

Prediabetes adalah indikator kuat untuk berkembangnya diabetes tipe 2. Menurut Prof. Mardi, dalam jangka waktu 3-5 tahun, 25% orang dengan prediabetes akan berkembang menjadi diabetes tipe 2, 50% tetap dalam kondisi prediabetes, dan 25% kembali pada kondisi glukosa darah normal.

 

Nah, bagaimana agar diabetes tidak berkembang menjadi diabetes?

 

Baca juga: Bentuk Badan Mirip Buah Apel Lebih Berisiko Diabetes, Mengapa?

 

Cara Mencegah Prediabetes Menjadi Diabetes

Salah satu langkah paling tepat mencegah prediabetes menjadi diabetes adalah mengendalikan berat badan. Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, DR. Dhian Dipo, MA, memaparkan, permasalahan gizi lebih (obesitas) terutama pada usia dewasa, baik pada pria maupun wanita, adalah salah satu tantangan yang dihadapi pemerintah selain kurang gizi.

 

Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa tingkat obesitas pada orang dewasa meningkat dari 14,8 persen menjadi 21,8 persen dan prevalensi berat badan berlebih juga meningkat dari 11,5 persen di 2013 ke 13,6 persen di 2018.

 

“Kondisi pandemi saat ini menghadirkan tantangan tersendiri karena adanya perubahan gaya hidup dan kondisi lingkungan. Pembatasan aktivitas keluar rumah yang dibarengi dengan peningkatan waktu berada di depan gadget, menyebabkan penurunan aktivitas fisik dan peningkatan konsumsi makanan, terutama makanan siap saji dan pangan olahan yang dipesan secara online. Kondisi ini dapat menjadi faktor risiko terjadinya obesitas, yang kedepannya dapat berdampak pada peningkatan penyakit tidak menular dan beban ekonomi negara,” jelas DR. Dhian Dipo.

 

Koordinator Kelompok Standardisasi Pangan Olahan Keperluan Gizi Khusus, Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM, Yusra Egayanti, S.Si, Apt, MP melanjutkan, ada upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah kelebihan berat badan, dengan tujuan jangka panjang mencegah penyakit seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit kronis lainnya.

 

“Kelebihan berat badan dan obesitas dapat dicegah dengan pengaturan pola makan dengan prinsip gizi seimbang. Salah satunya dengan membatasi asupan gula garam lemak yang dikonsumsi,” jelasnya.

 

Adapun batas konsumsi gula, garam dan lemak adalah sebagai berikut:

  • Konsumsi gula 50 gram atau setara dengan 4 sendok makan sehari

  • Garam sebanyak 5 gram atau setara dengan 1 sendok the

  • Lemak total sebanyak 67 gram atau 5 sendok makan.

 

Untuk memudahkan mengatur konsumi gula, garam, dan lemak, masyarakat disarankan untuk lebih cermat dalam membaca label kemasan pangan olahan yang dikonsumsi. “Dengan selalu cermat membaca label kemasan dan menjadikannya sebagai kebiasaan, maka masyarakat akan lebih cerdas untuk memilah zat gizi apa yang harus dipenuhi dan yang harus dibatasi agar terhindar dari berbagai penyakit salah satunya obesitas, prediabetes dan diabetes,” jelas Yusra.

 

Baca juga: Orang Kurus Bisa Kena Diabetes Juga Lho!

 

Cara Membaca Label Kemasan

Membaca label kemasan tidak hanya melihat kadar gula, karbohidrat, lemak, dan garam saja, namun lebih pada berapa kalori per sajian. Biasanya informasi ini sudah ada di setiap kemasan. Zat gizi menunjukkan kandungan gula, garam, lemak, dan gizi mikro yang penting untuk kesehatan seperti vitamin, kalsium, zat besi, dan sebagainya. Persentase AKG menunjukkan jumlah zat gizi per saji dibandingkan acuan label gizi dan dikalikan 100%.

 

Contoh membaca kemasan adalah:

  • Misalkan sajian per kemasan adalah 15 maka jika kita konsumsi seluruh isi kemasan maka kita akan memperoleh 1500 kkal.

  • Misalkan per sajian (27 gram) energi total adalah 150 kkal dengan 60 kkal dari lemak, maka energi per kemasan adalah 2250 kkal dan 900 kkal dari lemak, artinya dengan konsumsi 1 kemasan kita memenuhi 2250/2150 kkal kebutuhan kalori.

 

Selain itu kita juga perlu memperhatikan asupan dari pangan lainnya baik yang diolah di rumah atau dari jajanan di restoran. “Mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan membatasi asupan gula, garam, dan lemak, istirahat cukup, dan rutin aktivitas fisik 150 menit dalam seminggu dapat membantu mengurangi risiko prediabetes agar tidak berkembang menjadi diabetes melitus tipe 2,” pesan Prof. Mardi.

 

Baca juga: Tips Membatasi Gula, Garam, Lemak: Biasakan Baca Label Pangan!