Helicopter parenting merupakan sebuah istilah untuk menunjukkan pola asuh, di mana orang tua selalu berada dalam jangkauan atas anak-anaknya. Pola asuh ini menjadikan orang tua memiliki kendali penuh dalam kehidupan anak, baik dalam setiap aktivitasnya hingga keputusan yang akan diambil oleh anak.

 

Meski orang tua dapat memastikan kondisi anak, namun pola asuh helicopter parenting ini ternyata juga memiliki dampak negatif bagi perkembangan anak, salah satunya anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak mandiri.

 

Nah, sebagai seorang anak, mungkin Kamu jadi bertanya-tanya apakah Kamu merupakan salah satu anak yang dibesarkan dengan pola asuh ini. Pasalnya, Kamu sering merasa kesulitan saat mengambil keputusan untuk dirimu sendiri. Untuk memastikannya, berikut 8 tanda menurut laman Bustle yang menunjukkan tanda anak yang dibesarkan dengan pola asuh helicopter parenting:

 

1. Kesulitan membuat keputusan

Jika selama ini orang tua selalu memberikan keputusan akan hal yang boleh atau tidak untuk Kamu lakukan, maka hal ini bisa berpengaruh pada kemampuan anak untuk mempercayai diri sendiri. Anak mungkin akan kesulitan saat harus memutuskan sesuatu seorang diri. Hal ini bisa terjadi karena ia sudah kehilangan kemampuan untuk mempercayai diri sendiri. Jika hal ini terus terjadi, maka lama-kelamaan anak akan merasa frustasi hanya karena tidak bisa membuat keputusan sendiri.

 

2. Tidak bisa mengambil inisiatif

Seiring pertambahan umur, semakin dewasa seharusnya seorang anak sudah bisa mandiri dalam banyak situasi. Namun, jika ia dibesarkan oleh orang tua yang menganut helicopter parenting, tentu hal ini akan terasa sangat sulit. Ia akan selalu mengharapkan orang lain untuk membimbing dan mengarahkan tentang apa yang harus dilakukan.

 

3. Kurang terampil dan tidak kreatif 

Karena selalu mendapatkan apa yang diinginkan, anak menjadi tidak perlu bersusah payah lagi melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci atau menyapu. Alhasil, seiring pertambahan usia, ia tetap tidak bisa melakukan keterampilan-keterampilan dasar seperti itu. Padahal, keterampilan tersebut sudah dikuasai oleh teman-teman sebaya sejak lama.

 

Baca juga: Cara Mengembangkan 8 Jenis Kecerdasan Anak 

 

4. Tempat tinggal berantakan

Karena tidak memiliki keterampilan dasar untuk mengurus diri sendiri, akibatnya tempat tinggal atau rumah biasanya selalu berantakan deh. Si anak tidak tahu caranya untuk menyapu, mengepel lantai, atau membayar tagihan, secara selama ini ada orang tua yang bersedia melakukannya.

 

5. Sangat takut akan kegagalan

Memang tidak ada orang yang senang saat berhadapan dengan kegagalan. Namun, hal ini akan terasa sangat menakutkan bagi anak yang dibesarkan oleh orang tua penganut helicopter parenting. Pasalnya, orang tua akan memberikan ekspektasi yang tinggi atas keputusan mereka terhadap anaknya. Misalnya, saat orang tua memintamu masuk ke dalam perguruan tinggi A, karena menurutnya hanya perguruan tinggi tersebutlah yang terbaik. 

 

Jika si anak tidak bisa lolos masuk ke perguruan tinggi tersebut, kegagalan ini bisa terasa sangat menakutkan. Ini karena ia harus berhadapan dengan orang tua yang sudah berekspektasi besar padanya.

 

Baca juga: Membesarkan Anak Sambil Bekerja

 

 

 

6. Kesulitan berkomunikasi 

Helicopter parenting bisa membuat anak tumbuh sebagai pribadi yang penuh dengan kecemasan, termasuk saat harus berinteraksi dengan orang lain. Hal ini bisa terjadi karena sejak kecil biasanya orang tua penganut helicopter parenting akan mengawasi setiap gerak-gerik anaknya. Akibatnya, timbul perasaan cemas, terbatas, dan terisolasi saat harus berinteraksi dengan orang lain.

 

7. Masalah saat bekerja

Helicopter parenting juga dapat memengaruhi karir seorang anak. Hal ini karena bisanya anak tersebut tidak bisa melakukan inovasi baru, berinisiatif dan selalu mengandalkan orang lain untuk mengambil sikap.

 

8. Kesulitan mengatur emosi

Orang tua penganut helicopter parenting selalu berusaha mencari berbagai cara untuk mencegah agar anaknya tidak mengalami kekecewaan atau kesedihan. Akibatnya, ketika dewasa, anak tidak bisa mengendalikan emosi saat berhadapan langsung dengan kehidupan. Anak akan dengan mudah sedih, kecewa, atau marah jika segala sesuatu tidak berjalan sesuai keinginannya.

 

Memang bukan hal yang mudah untuk melepaskan diri dari rasa ketergantungan pada orang tua. Jika Kamu mengalaminya, mungkin awalnya Kamu akan khawatir dan takut akan risiko dari keputusan yang Kamu buat sendiri. Namun, yakinlah pada dirimu, bahwa Kamu bisa berdiri sendiri tanpa harus selalu mengandalkan orang tua! (BAG/AY)

 

Baca juga: Mengenalkan Gender kepada Anak Wajib Dilakukan Sejak Dini

 

Cara Berdamai dengan Keadaan -GueSehat.com