Bagaimana jika salah satu bagian dari tubuh Anda mengalami gangguan? Pasti akan terasa sakit dan pada akhirnya memengaruhi bagian tubuh lainnya, bukan? Itulah yang dirasakan oleh Melanie Kurnia, salah satu penderita skoliosis yang harus hidup dengan keadaan tulang belakang yang miring selama beberapa tahun. Mari mengetahui pengalaman perempuan tangguh satu ini dalam menangani serta mencari tahu penyebab skoliosis!

9 Tahun dengan Punggung Skoliosis

Melanie menemukan dirinya terbukti memiliki punggung skoliosis ketika usianya beranjak 12 tahun. Saat ia duduk di bangku kelas 6 SD tersebut, ayahnya melihat kejanggalan pada tulang punggung Melanie yang sedikit menonjol di bagian belikat sebelah kanan. Setelah itu ia langsung dibawa ke dokter umum untuk dilakukan pemeriksaan awal. Apa yang terjadi? Ya, Melanie ternyata memiliki masalah pada tulang punggungnya yang tidak lurus dan tegak. Kondisi tulangnya yang melengkung ke samping seringkali disebut sebagai skoliosis. Kata dokter yang menanganinya, mayoritas penyebab skoliosis berasal dari faktor genetik atau keturunan. Tetapi Melanie sadar bahwa kebiasaan-kebiasaan kecil yang dilakukan menjadi faktor penyebab utama dirinya dapat terkena skoliosis. Beberapa di antaranya adalah seperti kebiasaan menulis di meja sekolah dengan posisi miring, cara duduk dan tidur yang salah serta kebiasaan membawa tas berat sejak usia muda. Akibatnya, di masa pertumbuhan, Melanie mendapati perubahan pada arah tulang punggung yang menyangganya. Walaupun begitu, dirinya merasa tidak menemui nyeri apapun di beberapa tahun pertama setelah mendapatkan diagnosis skoliosis dari dokter. Rasa sakit hanya muncul ketika dirinya harus memakai penyangga yang cukup berat. Gejala yang paling dirasakan hanyalah rasa letih yang berlebihan meskipun ia tidak melakukan banyak kegiatan. Bahkan dalam keadaan normal seperti duduk dan berdiri, jika dilakukan terlalu lama dapat menyebabkan dirinya menjadi lelah dan merasakan nyeri. Selain itu, bentuk tulang yang menonjol juga gejala fisik yang paling terlihat. “Sampai akhirnya sekitar kuliah di semester 2 lalu, saraf tulang belakangku kejepit. Mungkin karena aktivitas juga berat jadi memengaruhi dan sampai ke saraf kaki kanan yang akhirnya aku gak bisa jalan dan harus dipapah. Kata dokter saraf ini gak ada pengaruhnya dari skoliosisku. Tapi begitu aku konsultasi ke dokter rehabilitasi medisku, dia bilang pasti berhubungan dengan skoliosis. Aku juga lebih setuju kalau ada pengaruhnya”, cerita Melanie. Sejak saat itu, Melanie akan merasakan sakit dari bagian pinggang sampai paha atas sebelah kanan ketika dirinya berada dalam kondisi terlalu lelah. “Misalnya ketika aku lagi kecapean banget, aktivitas fisiknya berlebihan, dan jalan kaki terlalu lama”, tambahnya. Hidup dengan skoliosis memang membuat Melanie sempat merasa tertekan. “Bikin frustasi, karena sejak SD aku anak yang suka olahraga voli, basket, kasti dan bahkan suka wakilin sekolah dalam pertandingan. Tapi begitu tau skoliosis, semua langsung stop, tiba-tiba harus pakai brace atau penyangga yang super keras, gatal dan bikin ribet kalau aku mau ke toilet. Tapi setelah bertahun-tahun pakai Boston Brace, jadi terbiasa”, ujar Melanie saat ditanya terkait perasaanya menghadapi skoliosis sejak usia muda. Kini, Melanie harus menjadi lebih berhati-hati saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari. Dirinya harus lebih memerhatikan kondisi kesehatan tulang belakangnya. Di akhir wawancara, Melanie juga sempat mengungkapkan keprihatinannya ketika tidak menemui adanya pemeriksaan tulang secara rutin di sekolah-sekolah dasar. “Kalau di luar negeri, ada pemeriksaan rutin oleh dokter buat lihat apakah anak itu skoliosis atau ada gangguan tulang. Sayangnya di sini tidak dilakukan. Akibatnya banyak anak yang telat diperiksa dan baru ketahuan ketika sudah besar”.

Skoliosis Dalam Dunia Medis

Gangguan skoliosis memang bukanlah hal yang baru dalam dunia kesehatan. Beberapa ahli mengategorikan penyebab penyakit tulang ini menjadi 3 jenis, yaitu skoliosis idiopatik (faktor genetik), degeneratif (faktor usia dan kerusakan tulang belakang), dan kongenital (faktor bawaan sejak lahir atau dalam kandungan). Beberapa gejala yang dialami oleh Melanie mungkin tidak dialami oleh pasien lainnya. Kebanyakan orang dewasa akan menghadapi gejala nyeri pada titik lengkungan skoliosis. Sedangkan pada sebagian penderita akan merasakan sakit secara konstan apapun posisi tubuh yang mereka lakukan. Jika sudah dalam kondisi parah, mereka yang hidup dengan skoliosis juga seringkali akan mengalami sesak napas, cepat lelah, kaki yang kebas, dan gangguan pencernaan serta sekresi. Penyangga yang dipakai oleh Melanie dapat menjadi salah satu alat penyembuhan yang efektif. Penyangga wajib digunakan bagi pasien yang sudah memiliki keadaan tulang punggung yang melengkung lebih dari 20 derajat. Anda yang mengalami hal yang sama juga dapat melakukan observasi rutin terhadap perkembangan lengkungan tulang dengan melakukan X-ray. Dalam beberapa kasus, dokter juga akan memberikan resep obat seperti parasetamol dan ibuprofen untuk meredakan nyeri. Dalam keadaan lebih lanjut, di mana lengkungan sudah mencapai 50 derajat, operasi menjadi jalan satu-satunya untuk mengobati skoliosis. Anda atau kerabat yang merasa memiliki masalah pada punggung, segeralah lakukan pemeriksaan. Anda juga bisa mencari tau penyebab skoliosis agar menghindari terjadinya penyakit tersebut. Skoliosis yang tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat memengaruhi kesehatan dan rutinitas sehari-hari Anda. Be safe!