Kamu pernah menggunakan obat? Saya rasa jawabannya pasti 99% adalah ‘ya’. Obat adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengurangi atau menyembuhkan suatu penyakit, dan dalam beberapa momen tertentu dalam hidup seseorang pasti harus mengonsumsi obat.

 

Obat memang diciptakan untuk tujuan menyembuhkan, namun perlu diperhatikan bahwa obat juga dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan terhadap tubuh. Oleh karena itu, penggunaan obat harus dilakukan secara rasional. Menurut World Health Organisation atau WHO, suatu badan dunia yang bergerak di bidang kesehatan, penggunaan obat yang rasional mencakup empat poin utama. Yaitu, obat yang digunakan sesuai dengan kebutuhan klinis pasien, pada saat dibutuhkan, dan dengan dosis yang sesuai selama jangka waktu yang sesuai pula, dengan harga yang paling cost-effective.

 

Namun sayangnya, sebagai seorang apoteker saya masih sering mendengar beberapa mitos terkait obat yang membuat penggunaan obat menjadi tidak rasional. Apa sajakah mitos-mitos tersebut dan fakta apa yang sebenarnya ada di baliknya?

 

  1. Jika merasa belum sembuh, obat dapat diminum dengan dosis yang dilebihkan

Asisten rumah tangga saya pernah meminum 3 tablet obat sakit kepala dalam sekali minum, karena merasa sakitnya belum tertangani dengan satu tablet saja. Padahal, anjuran penggunaan obat tersebut adalah satu tablet tiap 8 jam. Hasilnya, bukannya sembuh, ia justru harus dilarikan ke unit gawat darurat karena mengalami jantung berdebar akibat overdosis obat tersebut.

Selalu patuhi dosis obat yang diberikan oleh dokter, ataupun yang tertera di kemasan obat jika obat tersebut adalah obat bebas. Menambah atau mengurangi dosis obat tanpa supervisi dari dokter justru akan meningkatkan risiko Anda mengalami efek samping obat.

 

  1. Antibiotik adalah obat untuk segala macam penyakit

Ini adalah salah satu mitos yang selalu membuat saya mengelus dada. Antibiotik sering sekali dianggap sebagai ‘dewa’ dari segala obat, apa pun penyakitnya, minum antibiotik pasti sembuh.

Padahal, antibiotik hanya digunakan untuk penyakit karena infeksi bakteri saja. Penggunaan antibiotik yang tidak semestinya justru akan menimbulkan resistensi antibiotik, yaitu kondisi bakteri tidak lagi dapat dilawan dengan antibiotik.

 

  1. Jika lupa minum obat, obat dapat diminum dobel

Hal ini adalah sesuatu yang salah! Tiap-tiap obat sebenarnya memiliki aturan tentang penanganan lupa minum obat. Hal ini dapat Kamu tanyakan kepada dokter atau apoteker. Namun aturan umumnya adalah, jika Kamu lupa minum obat maka lewatkanlah dosis tersebut dan minumlah dosis berikutnya seperti biasa, tanpa didobel. Namun jika Kamu baru ingat untuk mengonsumsi obat dalam kurun waktu kurang lebih 2 jam dari waktu seharusnya, Kamu tetap dapat mengonsumsi obat sesuai dosisnya.

Contohnya jika jadwal minum obatmu adalah 08.00 dan 20.00. Namun, Kamu baru ingat untuk minum jam 10.00, silakan tetap meminum dosis untuk jam 08.00, dan teruskan dosis berikutnya dengan normal. Sedangkan jika Kamu baru ingat untuk minum pada jam 12.00, lewatkan dosis jam 08.00 dan tunggulah jam 20.00 untuk minum obat kembali.

 

  1. Obat herbal selalu lebih aman

Salah kaprah ini lumrah sekali terjadi di masyarakat kita. Banyak obat yang berasal dari herbal atau bahan alami belum terstandardisasi dengan baik, sehingga kandungan yang ada di dalamnya tidak diketahui dengan pasti. Sebaiknya gunakan obat atau suplemen herbal yang sudah melalui uji preklinis dan klinis, sehingga keamanan dan khasiatnya dapat dipertanggungjawabkan.

 

  1. Penggunaan obat boleh langsung dihentikan jika sudah tidak merasa sakit

Hal ini benar untuk beberapa jenis obat tertentu saja. Misalnya obat untuk meredakan gejala nyeri, obat pereda flu dan batuk, memang dapat dihentikan penggunaannya jika gejala sudah tidak terasa lagi.

Namun obat-obatan untuk penyakit yang bersifat kronis, seperti hipertensi, diabetes melitus, hipotiroid, hingga depresi, tidak boleh dihentikan tiba-tiba tanpa panduan dari dokter. Meskipun Kamu sudah tidak lagi merasakan gejala dari penyakit tersebut. Dalam beberapa kasus, penghentian tiba-tiba malah dapat menyebabkan relapse alias perburukan.

 

  1. Obat tablet boleh diminum dengan cara apa pun, asalkan masuk ke dalam tubuh

Hal ini tidak sepenuhnya benar! Kamu harus memperhatikan jenis obat tablet yang dikonsumsi. Ada obat tablet yang harus ditelan utuh dengan bantuan air putih (plain water), dan sama sekali tidak boleh digerus, atau dikunyah, atau dimakan bersama buah seperti pisang.

Hal ini dikarenakan beberapa formulasi obat tablet dirancang untuk melepaskan zat aktif secara terkontrol di dalam tubuh. Jika Kamu tidak menelannya secara utuh, formulasinya akan rusak, dan dosis obat yang masuk menjadi tidak terkontrol. Jadi, konfirmasikan terlebih dahulu pada dokter atau apoteker ya untuk cara minum obat tablet ini!

 

  1. Obat suntik selalu lebih manjur dibandingkan obat yang diminum

Pemilihan penggunaan obat minum atau suntik didasarkan pada banyak faktor. Contohnya ketersediaan bentuk sediaan obat, kondisi kesadaran pasien, kemampuan pasien untuk menelan, dan lain-lain. Banyak obat yang memiliki efektivitas yang sama baiknya jika diberikan baik melalui oral ataupun suntik. Jadi, tidak perlu memaksa untuk disuntik jika memang tidak ada indikasi untuk itu.

Apakah Kamu juga sering mendengar mitos-mitos mengenai penggunaan obat seperti yang saya paparkan di atas? Nah, sekarang Kamu sudah mengetahui fakta-fakta di balik mitos tersebut! Jadi, gunakanlah obat sesuai dengan peruntukannya dan petunjuk penggunaan yang ada. Tentunya Kamu tidak ingin minum obat malah membawa bahaya alih-alih kesembuhan, kan?

Salam sehat!