Baru-baru ini salah satu grup WhatsApp saya heboh dengan sebuah pesan peringatan dari seorang ibu yang baru saja kehilangan anaknya akibat penyakit bernama Japanese Encephalitis. Pada broadcast message tersebut, Sang Ibu menceritakan bagaimana proses buah hatinya terkena penyakit ini. Awalnya si Anak mengalami demam tinggi. Ia kemudian dibawa ke dokter dan didiagnosis hanya menderita radang tenggorokan. Selanjutnya diberikanlah obat untuk mengatasi radang tenggorokan.

Akan tetapi, tidak lama kemudian ia mengalami panas tinggi hingga si Anak sendirilah yang meminta untuk dibawa ke rumah sakit karena merasa sudah tidak sanggup menahan suhu badannya. Sampai di rumah sakit, ia langsung diberikan obat penurun panas secara oral dan juga melalui anus, dan berhasil menurunkan panas hingga 36°. Sayangnya, tidak berapa lama kemudian si Anak kejang-kejang dan tidak bisa bernapas. Tak berapa lama kemudian, anak yang masih berusia 9 tahun itu meninggal. Sedih sekali, ya.

Setelah dicari tahu, rupanya anak ini terkena penyakit Japanese Encephalitis. Familier kah Kamu dengan nama penyakit tersebut? Saya sejujurnya baru kali ini mendengar nama penyakit tersebut dan langsung merasa paranoid karena dampaknya bisa merenggut nyawa.

 

Apa Itu Japanese Encephalitis?

Penyakit yang mirip gejalanya dengan demam berdarah ini menurut Kementerian Kesehatan adalah penyakit radang otak yang disebabkan oleh virus Japanese ensefalitis. Ini menjadi masalah kesehatan masyarakat di Asia, termasuk di Indonesia. Di Indonesia sendiri, pada 2016 dilaporkan ada sebanyak 326 kasus Japanese Encephalitis. Kasus terbanyak dilaporkan terdapat di Provinsi Bali dengan jumlah kasus 226 (69,3 persen). Mengapa Bali? Menurut dokter spesialis anak yang saya datangi untuk berkonsultasi, hal ini dikarenakan di Bali terdapat banyak peternakan babi, yang merupakan asal muasal virus ini.

Awalnya, penularan virus hanya terjadi antara nyamuk, babi, dan burung rawa. Namun, manusia bisa tertular bila tergigit oleh nyamuk Culex tritaeniorhynchus yang terinfeksi oleh virus ini. Oleh karena itu, perlu selalu waspada jika memang kita berada di daerah persawahan dan peternakan yang banyak nyamuknya, ya!

 

Bagaimana Gejalanya?

Biasanya gejala muncul setelah 5 - 15 hari setelah terinfeksi virus. Gejala yang sering muncul adalah:

  • Demam tinggi mendadak.
  • Menggigil.
  • Sakit kepala.
  • Kaku pada tengkuk.
  • Disorientasi.
  • Lemah.
  • Mual.
  • Muntah.
  • Penurunan kesadaran (koma).
  • Kejang.
  • Kelumpuhan.

Ketika fase gawat dari penyakit ini selesai, gejala-gejala di atas akan berangsur-angsur membaik. Akan tetapi pada 20-30 persen pasien, gangguan saraf kognitif dan psikiatri dikabarkan menjadi permanen. Penyakit ini pun dapat menyebabkan 20-30 persen penderitanya meninggal dunia. Mengerikan, ya!

 

Bagaimana Cara Penyembuhannya?

Sama seperti penyakit demam berdarah, hingga saat ini belum ada obat untuk penyakit Japanese Encephalitis. Yang bisa dilakukan hanyalah perawatan yang dapat meringankan gejala yang terjadi, seperti istirahat total, mencukupi asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi, pemberian obat penurun panas, dan lain-lainnya.

Disarankan juga untuk melakukan rawat inap jika Kamu atau buah hati terkena penyakit ini, agar bisa ditangani secara intensif. Jika terjadi komplikasi saraf, penanganan lebih lanjut bisa segera dilakukan.

 

Perlukah Vaksin untuk Mencegah?

Menurut salah seorang ibu yang berada di grup WhatsApp saya tersebut, sangat penting untuk melalukan vaksinasi untuk menghindari penyakit ini. Oleh karena itu, dalam kunjungan saya kemarin ke dokter spesialisas anak, saya langsung menanyakan apakah anak saya bisa mendapatkan vaksin tersebut. Tapi, jawaban dari dokter tersebut sangat mengejutkan. Menurut beliau, vaksinasi belum dibutuhkan karena penyakit ini belum menjadi epidemi di Indonesia. Hal ini berarti belum terjadi banyak kasus sehingga pemberian vaksin belum menjadi prioritas utama.

Jadi, sekarang lebih baik kita menjaga supaya anak kita terhindar dari penyakit Japanese Encephalitis. Kalau bisa, lebih baik tidak membawa mereka ke tempat yang banyak nyamuknya, seperti perkebunan ataupun perternakan yang ada hewan babinya. Jika memang terpaksa harus datang ke sana, usahakan untuk menggunakan obat antinyamuk, sehingga risiko terkena penyakit ini menurun.