Pemerintah berkomitmen mencapai Nol Kematian Akibat Dengue pada Tahun 2030 (Zero Dengue Death 2030). Untuk menuju ke sana, diperlukan kerjasama semua pihak dan lintas sektoral. Kemarin (5 November 2025),Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) bersama Koalisi Bersama (KOBAR) Lawan Dengue menggelar Dialog Kebijakan bertema “Membangun Sistem Pelaporan dan Peringatan Dini yang Terintegrasi Menuju Indonesia Zero Dengue Death 2030.”
Forum ini menghadirkan para pengambil kebijakan lintas sektor – pemerintah, akademisi, organisasi profesi, sektor swasta, dan masyarakat sipil – untuk membangun kesepahaman dan menghasilkan rekomendasi konkret bagi penguatan sistem pelaporan dan peringatan dini dengue di Indonesia.
Beban pembiayaan dengue capai 2,9T
Data terbaru menunjukkan bahwa beban penyakit dengue di Indonesia terus meningkat dan memerlukan perhatian serius. Pada tahun 2024, BPJS Kesehatan mencatat 1.068.881 kasus dengue, dengan 98,7% atau 1.055.255 di antaranya merupakan pasien rawat inap.
Angka ini hampir empat kali lebih tinggi dibandingkan laporan Kementerian Kesehatan di tahun yang sama. Sementara itu, klaim biaya perawatan akibat dengue meningkat signifikan, dari sekitar Rp1,5 triliun pada 2023 menjadi Rp2,9 triliun pada 2024.
Perbedaan angka tersebut menunjukkan bahwa beban dengue yang sebenarnya di masyarakat kemungkinan lebih besar daripada yang tercatat, dan bahwa sistem pelaporan yang ada masih perlu diintegrasikan, serta diperkuat agar mampu memberikan gambaran yang lebih menyeluruh dan terkini.
Disampaikan oleh dr. Lily Kresnowati, M.Kes., Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan), angka ini menunjukkan bahwa beban dengue terhadap sistem JKN dan keuangan negara sangat besar, dan sebagian besar berasal dari kasus rawat inap yang seharusnya bisa dicegah.
“Ketika data klaim BPJS menunjukkan kasus empat kali lebih banyak dari laporan nasional, itu tanda bahwa kita harus memperbaiki sistem pelaporan dan deteksi dini. Pencegahan dan edukasi masyarakat jauh lebih efisien daripada biaya kuratif yang terus membengkak. Kita perlu bergeser dari sistem yang reaktif menjadi sistem yang antisipatif – dengan data yang terpadu, kebijakan berbasis bukti, dan kolaborasi lintas sektor yang nyata,” jelasnya.
Di sisi lain, perubahan iklim, urbanisasi, dan mobilitas penduduk yang tinggi turut menjadi faktor yang meningkatkan risiko penyebaran dengue di berbagai wilayah di Indonesia.
Dr. Lestari Moerdijat, SS, MM, Wakil Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), yang akrab disapa Rerie, menegaskan, sudah saatnya dengue dipandang sebagai isu nasional yang membutuhkan kepemimpinan kuat dan kebijakan lintas sektor.
“Dengue bukan lagi sekadar masalah kesehatan masyarakat, tapi cermin kesiapan sistem kita dalam melindungi rakyat. Kita perlu membangun satu data, satu arah, satu komitmen—agar setiap kematian akibat dengue tidak lagi dianggap wajar,” ujar Rerie.
Penguatan program yang sudah dilakukan
Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D, Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, menyatakan bahwa, Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk menciptakan kebijakan yang kuat guna menyukseskan tujuan besar Nol Kematian Akibat Dengue di Tahun 2030.
Menurut Dante, saat ini Kementerian Kesehatan Bersama para ahli tengah melakukan pengembangan Strategi Nasional (STRANAS) Penanggulangan Dengue terbaru sebagai kelanjutan dari STRANAS Penanggulangan Dengue 2021 – 2025 yang akan segera berakhir di bulan November 2025 ini.
Stranas Penanggulangan Dengue 2021–2025 telah menjadi landasan awal, namun kini perlu diperbarui dengan mempertimbangkan perkembangan lapangan—mulai dari penguatan kapasitas deteksi dini, respons cepat, dan manajemen Kejadian Luar Biasa (KLB), hingga pemanfaatan pendekatan inovatif seperti vaksinasi dan teknologi wolbachia.
“Kami juga mengamati bahwa beban dengue di masyarakat kemungkinan lebih besar daripada yang tercatat dalam sistem. Oleh karena itu, penguatan sistem surveilans yang lebih terpadu dan real-time menjadi bagian penting dari strategi ke depan.”
dr. H. Suir Syam, M.Kes., M.M.R. selaku Ketua Umum Koalisi Bersama Lawan Dengue (KOBAR) menambahkan bahwa kolaborasi lintas sektor harus segera ditingkatkan. Sebagai wadah independen yang diisi para ahli lintas bidang, KOBAR membantu memastikan kebijakan dan inovasi yang lahir benar-benar berdampak dan berkelanjutan.
“Kami mencatat bahwa ada gap yang besar antara data yang tercatat di Kementerian Kesehatan yaitu sekitar 257 ribu kasus di tahun 2024 dan data rawat inap karena dengue di BPJS Kesehatan sekitar 1 juta di tahun yang sama. Hal ini menunjukkan adanya under-reporting tentang beban riil dengue yang kami berharap pada diskusi hari ini ada satu data beban dengue yang dapat kita jadikan acuan bersama,”teganya.
Lebih dari itu, forum ini menegaskan pentingnya komitmen berkelanjutan antar-pemangku kepentingan untuk menindaklanjuti hasil dialog melalui forum rutin dan mekanisme koordinasi yang terstruktur. Melalui sinergi antara pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat sipil, langkah menuju Indonesia Zero Dengue Death 2030 bukan lagi sekadar visi, tetapi target bersama yang bisa dicapai melalui kepemimpinan, data yang terintegrasi, dan aksi nyata.
