Jakarta, kota yang hidup dan berkembang dengan tren terkini, tiba-tiba berpaling pada kesehatan. Tanpa disadari, gym dan tempat berolahraga menjamur di ibukota. Demam olahraga kaum urban dan bergaya hidup sehat telah menginfeksi anak-anak muda! Sejujurnya, aku tidak gemar berolahraga, meskipun anggota keluargaku sangat menikmati waktu saat berolahraga. Rasanya tidak nyaman! Tapi di rumah, ayahku terbiasa latihan karate sedangkan saudara laki-lakiku berlaga seperti maniak olahraga, mulai dari rutin pergi ke gym, bermain futsal, hingga mengikuti kelas Muay Thai. Sebelum kembali ke Jakarta, aku bersekolah dan meniti karir di San Fransisco, AS dan Melbourne, Australia. Jadwal sehari-hari dipenuhi kegiatan sekolah, kantor, serta sosial. Tetapi, setelah kembali ke Jakarta, aku lebih sering merenung. Melihat banyak teman seru pergi ke kelas crossfit atau yoga, aku bertanya “Mengapa banyak orang gemar berolahraga, sedangkan aku tidak?” Melalui tulisan ini, aku akan mencoba untuk menceritakan perjalananku. Mungkin saja Anda akan terinspirasi untuk ikut hidup sehat! Pada bulan pertama, saya membuat kesepakatan bersama seorang sahabat untuk lebih sering berolahraga. Kami janji untuk melakukan beragam jenis olahraga yang ada, khususnya karena ingin mencapai perubahan besar dalam diri masing-masing. Perlu dicatat bahwa akhirnya kami menyukai hal yang benar-benar berbeda!

Muay Thai

Perjalanan hidup sehatku dimulai dengan mengikuti kelas Muay Thai bersama saudara laki-lakiku  di wilayah Pantai Indah Kapuk. Sulit untukku mengatur koordinasi antara mata dan tangan. Mungkin inilah sebabnya aku tidak nyaman berolahraga, tidak seperti orang lain yang dengan mudah mengatur diri. Muay Thai sangat menguras energi, dan memerlukan waktu 2 jam setiap kali latihan. Sama seperti jenis olahraga lain, Muay Thai pun dimulai dengan pemanasan. Tetapi pemanasan versi Muay Thai jauh lebih berat, seperti skipping, push-ups, lari keliling area, dan planking. Kemudian, aku berhadapan dengan pelatih yang memberi arahan untuk menggunakan perban di tangan, sarung tangan, dan cara berdiri yang tepat. Setelah itu adalah latihan inti, dan sebagai permula aku hanya diminta untuk memukul dan menendang sebuah bantal keras yang diatur ketinggiannya oleh sang pelatih. Singkat cerita, aku tak pernah kembali lagi!

Cycling - Bersepeda Statis

Sahabatku adalah penggemar olahraga sepeda statis atau sering kali disebut cycling. Di New York, ia bersepeda Soul Cycle secara relijius. Tiba di Jakarta, temanku menemukan sebuah tempat bernama Bengkel SCBD di kawasan Senayan. Tertarik, aku pun memutuskan untuk mencobanya. Pertama-tama, sahabatku menjelaskan berbagai bagian dari bersepeda statis, seperti bagaimana cara memilih sepatu yang tepat dan nyaman hingga memilih sepeda yang sesuai. Kemudian, setelah berhadapan dengan sepeda, ia mengajarkanku cara menempatkan kaki pada pedal. I love cycling! Bersepeda hanya membutuhkan waktu satu jam. Kelasnya pun tersedia di berbagai jam dalam seminggu. Akhirnya target untuk berolahraga 4 sampai 5 kali seminggu tercapai juga! Energi yang di ruangan cycling menyemangati saya untuk berolahraga lebih keras. Playlist nya pun bervariasi. Bagi kalian yang tidak percaya akan serunya bersepeda statis, ayo buktikan! Akhir kata, aku kira salah satu pelajaran paling berharga yang dapat diambil dari dua pengalamanku ini adalah jangan mengambil kesimpulan terlalu cepat. Jangan langsung berpikir bahwa suatu tipe olahraga terlalu sulit untuk dicoba. Terlebih lagi, jangan langsung menilai suatu tipe olahraga terlalu sulit untuk diri Anda. Bertahun-tahun kututup pikiran seputar olahraga. Namun, saat ini, Jakarta menyajikan banyak pilihan olahraga kaum urban. Cobalah mulai dengan tipe olahraga yang menarik perhatian Anda! Tanpa pengalaman, tentu sulit untuk menemukan satu hal yang dapat Anda tekuni!