Mirror syndrome, istilah yang bagi Mums masih jarang didengar dibandingkan dengan istilah preeklampsia. Ya, gangguan kehamilan ini memang tidak biasa dialami oleh ibu hamil. Mirror syndrome dialami oleh 1 dari 3000 kehamilan dan dapat menyebabkan kematian pada janin sebesar 67,26%. Ibu hamil perlu mengetahui gejala Mirror syndrome untuk mendapat perawatan yang tepat.

 

Apa itu Mirror Syndrome?

Istilah mirror (cermin) sesuai dengan namanya disebabkan karena adanya kesamaan gejala yang tercermin pada janin maupun ibu. Istilah Mirror syndrome pertama kali diperkenalkan oleh John William Ballantyne pada tahun 1892, sehingga dikenal juga dengan nama Ballantyne syndrome.

 

Penyebab pasti dari Mirror syndrome masih belum diketahui, diduga ada hubungannya dengan hidrops fetalis. Hidrops fetalis adalah kondisi di mana terjadi gangguan pada kemampuan janin dalam mengontrol cairan, sehingga cairan akan terus terkumpul dan menumpuk di bawah kulit, perut, paru-paru atau jantung janin. Terjadinya hidrops fetalis dihubungkan dengan genetik, kurang darah (anemia), gangguan jantung, infeksi dan kelainan metabolik.

 

Kondisi hidrops fetalis juga dapat disebabkan oleh twin-to-twin transfusion syndrome (TTTS) yang menyerang ibu hamil bayi kembar. Janin kembar identik harus berbagi aliran darah dari satu plasenta, sehingga aliran darah di antara kedua janin menjadi tidak sama. Salah satu janin kekurangan pasokan darah, sementara yang lainnya kelebihan.

 

Baca juga: Preeklampsia tidak Selalu Terjadi di Akhir Kehamilan, Waspada Gejalanya!

 

Gejala Mirror Syndrome

Mirror syndrome rentan terjadi pada usia kehamilan 27 minggu (sekitar 6-7 bulan usia kandungan). Gejala dominan Mirrror syndrome adalah pembengkakan yang terjadi pada ibu, plasenta, dan janin, dikenal dengan istilah Triple edema.

 

Pada ibu, selain pembengkakan, gejala Mirror syndrome mirip dengan preeklampsia, antara lain kenaikan berat badan yang berlebihan dalam waktu singkat, tekanan darah tinggi dan protein yang ditemukan dalam air seni ibu (proteinuria). Selain itu ditemukan juga hemodilusi di mana terjadi peningkatan kadar plasma darah, sementara sel darah merah menurun jumlahnya. Dapat diketahui dengan pemeriksaan darah.

 

Sedangkan pada janin, gejala meliputi jumlah cairan ketuban yang berlebihan dan plasenta yang menebal. Jika dilihat melalui pemeriksaan Ultrasonografi (USG), janin terlihat mengalami pembengkakan, terutama pada organ jantung, hati, dan limpa.

 

 

Baca juga: Preeklampsia tidak Selalu Terjadi di Akhir Kehamilan, Waspada Gejalanya!
 

Deteksi Mirror Syndrome

Mirror syndrome merupakan kondisi serius pada ibu hamil dan dapat mengancam jiwa bayi. Penting bagi ibu hamil untuk kontrol rutin kandungan guna mengetahui perkembangan janin juga kesehatan ibu. Deteksi Mirror syndrome dilakukan dengan pemeriksaan fisik, USG, laboratorium darah juga air seni.

 

Mirror Syndrome Apakah bisa Diobati?

Pengobatan Mirror syndrome tergantung dari penyebab hidrops fetalis dan tingkat keparahan preeklamsia ibu hamil. Jika pemicu sudah diketahui, barulah pengobatan dapat dilakukan. Karena itu deteksi dini sangat diperlukan dalam hal ini. Semakin cepat faktor pemicu hidrops fetalis diketahui, maka semakin besar peluang janin untuk selamat.

 

Jika Mums mengalami kenaikan berat badan yang cepat dalam waktu singkat, diikuti dengan kenaikan tekanan darah, segeralah cek ke dokter kandungan untuk mendeteksi dini kemungkinan Mirror syndrome.

 

 

Baca juga: Plasenta Akreta, Komplikasi Kehamilan yang Wajib Diketahui

 

 

Referensi

1. Braun, et al. 2010. Mirror Syndrome: A Systematic Review of Fetal Associated Conditions, Maternal Presentation and Perinatal Outcome. Fetal Diagn Ther. Vol. 27. p.191–203.

2. Caroline R.M and Carmella. 2019. The diagnostic conundrum of maternal mirror syndrome progressing to pre-eclampsia – A case report. Case Rep Womens Health. Vol. 23. p.e00122.

3. Jamie R.H. 2021. An Overview of Mirror Syndrome . https://www.verywellfamily.com