Pernikahan adalah salah satu momen terbesar dalam hidup seseorang, sehingga tidak heran dalam masa-masa persiapan pernikahan lumrah terjadi banyak drama, kehebohan, dan cerita-cerita yang seru untuk dikenang. Terutama buat para calon mempelai wanita, yang biasanya berubah menjadi manusia paling rempong menjelang pernikahan. Mulai dari mengurusi hal-hal teknis semacam memastikan setiap detail acara sesuai dengan keinginan, hingga hal-hal yang bersifat batiniah seperti mempersiapkan diri untuk siap menjadi istri seseorang.

Yang Sederhana Justru Penting

Buat saya pribadi, ada satu hal yang menyita pikiran saya selama masa persiapan pernikahan. Masalahnya sederhana, terdengar sepele, namun cukup pelik buat saya: apakah saya perlu melakukan waxing untuk menghilangkan rambut di daerah kewanitaan (pubic hair) sebelum pernikahan? Kebetulan dalam lingkaran pertemanan saya, banyak dari kami yang sama-sama berstatus bride-to-be. Topik ini pun ramai menjadi perbincangan kami. Ada yang pro, ada pula yang kontra. Saya pribadi cenderung tidak menyukai ide melakukan waxing untuk pubic hair. Alasannya sederhana saja, saya sudah dua kali mengalami proses penghilangan pubic hair dan after taste-nya sangat tidak menyenangkan! Yang pertama adalah saat saya mengalami pembedahan alias operasi besar di daerah sekitar situ, sehingga penghilangan pubic hair memang wajib dilakukan dalam kerangka tujuan infection control. Yang kedua sih memang murni keinginan sendiri. Tapi ya itu dia, setelah proses tersebut saya mengalami rasa gatal yang tidak terperi, sehingga saya merasa sangat tidak nyaman. Secara ilmiah, hal ini memang wajar terjadi, karena kulit di daerah kewanitaan memang memiliki sensitivitas yang lebih besar dibandingkan dengan area tubuh lainnya. Sehingga adanya perlakuan untuk penghilangan pubic hair, misalnya dengan wax atau pisau cukur, akan menginduksi terjadinya rasa nyeri dan gatal sebagai repsons terhadap perlakuan yang terjadi. Dua pengalaman tersebut membuat saya males untuk melakukan penghilangan pubic hair.

Sebenarnya Apa Itu Pubic Hair dan Apakah Fungsinya?

Saya selalu percaya bahwa Sang Pencipta menciptakan segala sesuatu dengan suatu fungsi dan kegunaan. Demikian pula dengan pubic hair ini. Williamson dalam jurnal berjudul ‘Social pressure and health consequences associated with body hair removal’ mengungkapkan bahwa tumbuhnya rambut di daerah genital adalah salah satu karakteristik sekunder perkembangan status seksualitas seseorang. Jadi, pubic hair itu normal adanya dan menandakan tahapan sexual maturity. Secara fungsional, pubic hair berperan sebagai barrier yang menjaga daerah kewanitaan dari terjadinya infeksi terutama yang bersifat sexually transmitted.

Jika Pubic Hair Berguna, Mengapa Banyak Wanita Melakukan Waxing?

Data yang didapat dari survei terhadap 3316 wanita di Amerika Serikat menyebutkan bahwa 83.8% wanita dari jumlah responden survey tersebut mengaku pernah melakukan pubic hair grooming dengan berbagai cara, salah satunya waxing. Dua alasan terbanyak dari para responden dalam melakukan hal tersebut adalah agar daerah kewanitaan menjadi higienis serta agar daerah kewanitaan terlihat lebih atraktif. Pubic hair dianggap sebagai sesuatu yang secara estetika terlihat kurang pantas, dan bahwa pandangan umum responden tersebut mengenai penghilangan pubic hair adalah hal tersebut menunjukkan suatu sifat feminitas dari seorang wanita. Beberapa penelitian terkait mengungkapkan hal ini mungkin juga dipengaruhi oleh mindset yang dibentuk oleh gambar-gambar iklan model baju (terutama bikini) yang menonjolkan bahwa penghilangan pubic hair adalah sesuatu yang harus dilakukan. Alasan senada juga dilontarkan teman-teman saya ketika saya bertanya mengapa mereka merasa bahwa waxing sebelum menikah itu diperlukan. Dan ketika saya pikirkan kembali, memang hal tersebut benar juga. Jika pubic hair dibiarkan tumbuh tanpa ‘kendali’, rasanya memang lembap dan tidak nyaman. Pun secara estetika, hal tersebut saya rasa tidak indah dipandang juga. Tuh kan, dilema banget! Kalau waxing, saya takut merasakan nyeri seperti dahulu (walaupun saat ini banyak tempat mempromosikan berbagai teknologi waxing tanpa rasa sakit, saya tetap tidak bergeming). Tapi kalau tidak waxing, kok ya enggak sreg juga karena alasan kerapihan dan estetika tadi.

Diskusikan dengan Pasangan!

Yup, ini adalah cara saya untuk mengakhiri dilema saya ini. Kebetulan pasangan saya juga memiliki latar belakang pendidikan di dunia kesehatan, sehingga pembahasan dan diskusi mengenai hal-hal semacam ini selalu kami tinjau dari segi ilmiahnya. Dalam diskusi kami ini, pasangan saya menyatakan preferensinya terhadap hal ini, dan saya mengutarakan dilema yang saya sebutkan di atas tadi, mengenai rasa sakit dan sebagainya. Diskusi kami menghasilkan keputusan bahwa tak perlulah saya melakukan waxing yang sifatnya benar-benar menghilangkan semua pubic hair jika saya tidak nyaman dengan hal tersebut. Namun saya tetap melakukan trimming untuk menjaga kerapihan dan estetika. Syukurlah, dilema ini terjawab sudah! Apakah Anda juga salah satu yang mengalami kegalauan tentang melakukan waxing sebelum pernikahan? Jika ya, saran saya adalah diskusikan dengan pasangan Anda mengenai hal ini, seperti yang sudah saya lakukan juga. Preferensi setiap pria mengenai ‘tampilan’ pubic hair bisa berbeda-beda, sehingga kita tidak perlu menggeneralisir bahwa setiap pria, termasuk calon pasangan hidup kita, menginginkan tampilan ala para supermodel bikini. Dengan berdiskusi pula, Anda yang merasa tidak nyaman dengan prospek melakukan waxing bisa mengutarakan ketidaknyamanan Anda. Pesan kunci dari hal ini adalah bahwa tidak ada suatu keharusan baik secara medis maupun estetika yang membuat Anda wajib melakukan penghilangan pubic hair. Proses penghilangan pubic hair adalah murni pilihan masing-masing individu sesuai dengan kenyamanan masing-masing. Selamat berdiskusi! Baca Juga Artikel Lainnya;