Setelah menikah, pasangan dihadapkan pada sebuah pertanyaan: Ingin langsung punya anak atau masih ingin berdua dulu. Kedua pilihan tersebut perlu didasari pertimbangan yang matang dan tentunya bukan tanpa tantangan.

 

Berdasarkan survei yang dihimpun oleh Teman Bumil dan Populix terhadap 1.014 ibu di Indonesia, 89% Mums mengaku langsung memutuskan ingin punya anak setelah menikah. Sementara sisanya, yakni 11%, memilih untuk menunda punya anak.

 

Ketika ditanyakan kepada 895 Mums mengenai alasan mengapa ingin langsung punya anak, tiga jawaban terbanyak adalah karena memang sepakat dengan pasangan ingin langsung punya anak (59%), supaya bisa mengurus anak ketika usia masih produktif (30%), diikuti dengan alasan usia Mums atau/dan Dads yang tidak lagi muda (5%).

 

Sementara bagi 119 Mums yang memilih untuk menunda punya anak setelah menikah, alasan yang paling banyak dipilih adalah karena ingin hidup berdua dulu dengan pasangan (49%), belum siap secara finansial (24%), dan ingin fokus berkarier dulu (8%).

 

Menurut dr. Yassin Yanuar MIB, SpOG-KFER, MSc., keputusan untuk langsung memiliki anak atau ingin menunda dulu sepenuhnya adalah pilihan dan tanggung jawab masing-masing pasangan. Semuanya punya kebutuhan yang berbeda, berdasarkan apa yang terbaik untuk keluarganya. Itu merupakan bagian dari perencanaan keluarga dan perencanaan kesehatan reproduksi.

 

Jika memilih untuk langsung memiliki anak setelah menikah, hal tersebut harus direncanakan secara matang. Bahkan, keputusan untuk punya anak berapa dan jarak usia antar anak idealnya sudah didiskusikan sejak awal.

 

Bila ternyata pilihannya adalah ingin menunda punya anak untuk sementara waktu, maka keputusan tersebut harus didasari dengan informasi yang benar. Ada aspek yang perlu dipahami oleh pasangan, ujar dr. Yassin saat diwawancara oleh Teman Bumil, terkait keputusan untuk menunda punya anak, yaitu sampai kapan ingin menunda punya anak.

 

“Karena pada perempuan itu ada aspek cadangan telur. Cadangan telur ini akan semakin menurun apabila usianya semakin bertambah. Misalnya pada wanita yang menjelang usia 40 tahun, terutama pada usia 35 tahun ke atas, cadangan telurnya akan menurun drastis secara signifikan, sehingga akan menurunkan peluang untuk hamil secara alami. Bila pasangan ingin menunda punya anak untuk alasan apa pun, perlu mempertimbangkan hal yang satu ini,” jelasnya.

 

Peluang untuk Hamil di Tahun Pertama Cukup Tinggi

Umumnya, pasangan yang baru menikah memiliki peluang untuk hamil secara alami sebesar 85% di tahun pertama, selama hubungan seksual dilakukan secara teratur (2-4 kali per minggu), tidak menggunakan kontrasepsi, dan tidak ada kondisi tertentu. “Paling tinggi peluang kehamilan pada tiga bulan pertama, yaitu 50% secara alami, dan enam bulan pertama, 75% akan hamil alami,” ungkap dr. Yassin.

 

Survei yang dilakukan oleh Teman Bumil dan Populix pun seolah membenarkan teori tersebut karena dari 895 pasangan, persentase yang dinyatakan positif hamil pada 1-3 bulan setelah menikah cukup signifikan, yaitu sebanyak 56%.

 

Suami maupun istri juga harus dalam kondisi sehat untuk memperbesar peluang kehamilan secara alami. Itulah mengapa penting untuk menerapkan gaya hidup sehat dan menjauhi perilaku yang dapat mengurangi atau mengganggu kesehatan reproduksi. Bersepeda terlalu lama atau lebih dari 5 jam per minggu serta sering berendam air panas atau sauna merupakan beberapa hal yang bisa berisiko memperkecil keberhasilan program hamil.

 

Ada pula pekerjaan tertentu yang ternyata bisa berisiko terhadap produksi spermatogenesis (proses pembentukan sel sperma di dalam testis pria). Misalnya, bekerja di tempat yang panas, menggunakan properti pakaian kerja yang ketat dan panas, selama bekerja menduduki mesin besar, atau berprofesi sebagai koki yang bekerja di dekat peralatan masak yang panas setiap harinya.

 

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, usia wanita menjadi faktor utama untuk menentukan besarnya peluang kehamilan. Selain itu, siklus haid yang tidak teratur, mengalami nyeri hebat setiap kali haid, menderita infeksi radang panggul, dan terdapat masalah saluran telur juga bisa memengaruhi keberhasilan promil.

 

Jika umumnya dianjurkan untuk berkonsultasi ke dokter apabila tidak kunjung hamil setelah setahun menikah, pasangan yang memiliki kondisi tertentu justru dianjurkan untuk segera berkonsultasi bila dalam waktu 3-6 bulan menikah tidak kunjung hamil. 

 

Satu Tahun adalah Waktu Rata-rata Pasangan Ingin Menunda Punya Anak

Walaupun banyak pasangan yang ingin langsung punya anak setelah menikah, ada pula pasangan yang memutuskan hidup berdua dulu untuk sementara waktu. Survei dari Teman Bumil bersama Populix menunjukkan bahwa 63% dari 119 pasangan setidaknya menunda punya anak selama 10-12 bulan. Sebanyak 16% menunda sekitar 4-6 bulan, 11% selama 0-3 bulan, dan 10% sisanya 7-9 bulan.

 

Salah seorang calon Mums, Bernadette Andika Gitawardani, 27, mengaku ia dan suami sepakat untuk menunda punya anak setidaknya selama setahun sejak sebelum menikah. “Kita kepingin berduaan kayak pacaran dulu, bebas tanpa tanggungan. Selain itu, belum matang secara mental dan finansial juga,” ungkapnya kepada Teman Bumil.

 

Memang, menurut Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., Psikolog., punya anak bukan hanya sekadar perlu kesiapan finansial, melainkan juga kesiapan emosional dan psikologis. Sebelum memiliki anak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pasangan. Pertama, pasangan perlu memiliki cinta kasih yang besar, sehingga bisa membagikannya kepada sang Anak kelak.

 

Kedua, bila ada isu-isu pribadi atau trauma masa lalu, sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu. Jika tidak diselesaikan, nanti bisa berimbas pada kehidupan pasangan setelah memiliki anak dan pola asuh yang diterapkan. Misalnya, ada yang akhirnya jadi melakukan kekerasan terhadap anak atau melakukan self harm akibat secara emosional belum siap memiliki anak.

 

Ketiga, pasangan sebaiknya sudah bisa bekerja sama. Apakah bisa berkomunikasi dengan baik dan apakah jika dihadapkan pada masalah atau bertengkar bisa menyelesaikannya dengan baik. Karena jika nanti sudah punya anak, orang tua harus kompak dan bertanggung jawab secara penuh mengasuh sang Buah Hati.

 

Selama tidak terpentok soal usia atau kondisi tertentu, Psikolog yang akrab disapa Nina ini menyarankan pasangan sebaiknya punya waktu setidaknya satu tahun untuk berdua saja. “Kalau bisa jangan hanya bulan madu, tapi ada tahun madu. Mengapa? Karena satu tahun tuh orang topeng-topengnya sudah mulai hilang. Jadi, tahu cara berkomunikasi kita bagaimana, cara kita menyelesaikan masalah bagaimana,” jelasnya. Kalaupun misalnya tidak mau menunda punya anak, artinya apa pun yang terjadi, pasangan haruslah siap menghadapinya.

 

Terkait metode untuk menunda punya anak, berdasarkan survei Teman Bumil dan Populix, 6 dari 10 pasangan lebih memilih menghindari berhubungan intim di luar masa subur dibanding menggunakan kontrasepsi.

 

Bernadetta pun melakukan KB alami selama menunda punya anak. Ia agak khawatir dengan risiko jangka panjang dari penggunaan kontrasepsi. Kondom pun tidak bisa menjadi solusi sebab ia mengalami alergi.

 

Kendati demikian, dr. Yassin memastikan bahwa semua pilihan kontrasepsi aman dan tidak akan menyebabkan komplikasi pada organ reproduksi sepanjang digunakan dengan benar dan di bawah pemantauan dokter. “Kontrasepsi yang sifatnya mandiri atau alami itu tingkat keberhasilannya cukup rendah karena kita tidak bisa persis menghitung betul kapan masa subur. Jadi, disarankan untuk menggunakan kontrasepsi yang memang tingkat keberhasilannya itu tinggi,” tuturnya.

 

Penjelasan terkait perhitungan masa subur sepertinya cukup relevan, sebab dari 119 partisipan survei yang ingin menunda punya anak, rencana 34% di antaranya tidak terealisasi, dengan alasan tiba-tiba positif hamil alias kebobolan mencapai 83%. (AS)