Penyakit

Radang saluran kelamin (Epididimitis)

Deskripsi

Epididimitis adalah suatu kondisi peradangan pada epididimis (saluran sperma) yang terletak di belakang testis. Epididimis merupakan saluran yang bergulung-gulung, yang menghubungkan testis sebagai tempat produksi sperma dan vas deferens sebagai saluran sperma yang menuju ujung penis saat pria ejakulasi.

Saluran epididimis berfungsi membawa sekaligus sebagai tempat penyimpanan sperma yang matang, sebelum dikeluarkan melalui proses ejakulasi. Umumnya, kondisi ini terjadi pada pria usia antara 16-30 tahun atau 50-70 tahun, dan dapat disertai dengan adanya kondisi infeksi Chlamydia maupun Gonococcal.

Kondisi epididimitis dapat dibedakan menjadi epididimitis akut dan epididimitis kronis. Epididimitis akut terjadi apabila gejala klinis yang dirasakan kurang dari 6 minggu. Sedangkan epididimitis kronis terjadi apabila gejala klinis yang dirasakan lebih dari 6 minggu.

Pencegahan

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya epididimitis, antara lain:

  • Tidak berhubungan seksual dengan banyak pasangan dan menggunakan proteksi saat berhubungan seksual.
  • Menjaga kebersihan sanitasi higienitas saat berkemih.
  • Melakukan proses sirkumsisi.
  • Menjaga kebersihan, terutama pada saat penggunaan alat kesehatan uretra set seperti kateter.

Gejala

Beberapa gejala yang sering dirasakan pasien dengan kondisi epididimitis, antara lain:

  • Rasa panas dan nyeri pada skrotum (kantong zakar), disertai dengan pembengkakan dan kemerahan pada area skrotum (kantong zakar).
  • Terjadi peningkatan frekuensi berkemih. Dapat disertai rasa nyeri saat berkemih serta tidak dapat menahan berkemih.
  • Pembengkakan pada area sekitar testis.
  • Rasa nyeri pada saat ejakulasi, dapat disertai adanya darah pada cairan sperma.
  • Rasa tertekan pada area testikel.
  • Nyeri pada area pelvic.
  • Dapat juga disertai adanya demam dan menggigil.

Penyebab

Secara garis besar, penyebab epididimitis dapat dikelompokkan menjadi noninfeksi dan infeksi.

  1. Penyebab noninfeksi antara lain pascaoperasi, terutama operasi pembedahan area uretra, terapi dengan obat-obat jantung seperti amiodarone, cedera pada area selangkangan, epididimitis kimia, terjadinya refluks urine menuju epididimis sehingga menyebabkan adanya infeksi, area epididimis yang terpilin, hubungan seksual dengan banyak pasangan dan tidak menggunakan proteksi, pasien yang tidak melakukan sirkumsisi, maupun pasien yang memiliki kondisi bawaan struktur uretra yang kurang baik.
  2. Penyebab infeksi antara lain adanya infeksi saluran kemih yang menyebar ke area uretra dan epididimis, pasien yang tergolong memiliki aktivitas seksual yang aktif sehingga memiliki risiko penyakit menular seksual seperti Chlamydia dan GO, infeksi dan pembengkakan kelenjar prostat, pasien dengan infeksi TBC, maupun penggunaan kateter yang dapat mengakibatkan terjadinya infeksi uretra.

Diagnosis

Penegakan diagnosis kondisi epididimitis dilakukan melalui beberapa tes laboratorium, antara lain:

  • Urinalysis atau analisis urine. Uji urinalysis ini untuk mengetahui ada tidaknya nanah (pyuria) atau ada tidaknya bakteri dalam urine (bakteriuria).
  • Kultur Urine. Umumnya kultur urine digunakan pada pasien prepubertas atau pasien lanjut usia. Pada uji kultur urine, dapat diketahui jenis bakteri yang menginfeksi. Selain itu, uji kultur urine juga dapat ditambahkan uji hibridisasi dan amplifikasi asam nukleat untuk mendeteksi ada tidaknya infeksi Neisseria gonorrhoea dan Chlamydia.
  • Uji perhitungan darah total. Parameter komponen darah yang ditinjau adalah sel darah putih atau leukosit. Parameter ini digunakan untuk melihat ada tidaknya infeksi bakteri.
  • Apusan saluran uretra (Urethral Swab). Uji apusan saluran uretra dilakukan untuk mengetahui strain dan jenis Gram bakteri penginfeksi.
  • Untuk pasien-pasien yang memiliki aktivitas seksual yang aktif, direkomendasikan melakukan pengujian HIV dan syphilis.
  • Pengujian C-RP (C- reactive protein) dan ESR (erythrocyte sedimentation rate). Pemeriksaan ESR merupakan salah satu pemeriksaan yang khas dan membedakan dengan kondisi nyeri akut pada skrotum (buah zakar). Pengujian C-RP juga dapat digunakan sebagai salah satu pengujian ada tidaknya infeksi Gonorrhea maupun Chlamydia.
  • Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah VCUG (Voiding cystourethrogram), retrograde urethrography, dan USG abdominal/pelvic.

Penanganan

50 tahun dapat diberikan golongan Quinilones seperti ciprofloxacin dan TMP/SMZ\\n- Pada kondisi epididimitis kronis, dilakukan terapi dengan antibiotik yang sesuai selama 4 hingga 6 minggu, terutama pada kasus infeksi Chlamydia. Selain itu pada pasien dengan infeksi Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae, terapi juga diberikan kepada pasangan sexual pasien yang bersangkutan.\\n- Selain terapi dengan antibiotik, dapat diberikan tambahan obat anti inflamasi seperti piroxicam dan analgesik (penahan nyeri) seperti ibuprofen sebagai terapi tambahan.\\nTerapi supportif dapat dilakukan dengan; menghindari melakukan aktivitas yang berat, penggunaan ice pack pad area skrotum yang terjadi nyeri, mengangkat bagian skrotum setidaknya 2 hari jika memungkinkan, dan penggunaan sitz bath.\\n"}" data-sheets-userformat="{"2":957,"3":[null,0],"5":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"6":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"7":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"8":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"10":0,"11":4,"12":0}">Penanganan kondisi epididimitis dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu terapi farmakologi (dengan menggunakan obat-obatan), terapi supportif sebagai salah satu terapi tambahan, dan terapi pembedahan (surgical therapy).

50 tahun dapat diberikan golongan Quinilones seperti ciprofloxacin dan TMP/SMZ\\n- Pada kondisi epididimitis kronis, dilakukan terapi dengan antibiotik yang sesuai selama 4 hingga 6 minggu, terutama pada kasus infeksi Chlamydia. Selain itu pada pasien dengan infeksi Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae, terapi juga diberikan kepada pasangan sexual pasien yang bersangkutan.\\n- Selain terapi dengan antibiotik, dapat diberikan tambahan obat anti inflamasi seperti piroxicam dan analgesik (penahan nyeri) seperti ibuprofen sebagai terapi tambahan.\\nTerapi supportif dapat dilakukan dengan; menghindari melakukan aktivitas yang berat, penggunaan ice pack pad area skrotum yang terjadi nyeri, mengangkat bagian skrotum setidaknya 2 hari jika memungkinkan, dan penggunaan sitz bath.\\n"}" data-sheets-userformat="{"2":957,"3":[null,0],"5":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"6":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"7":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"8":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"10":0,"11":4,"12":0}">Terapi farmakologi pada umumnya dilakukan dengan pemberian obat-obatan antibiotik yang sensitif terhadap bakteri penginfeksi, untuk pasien dengan kondisi epididimitis yang disebabkan karena adanya infeksi bakteri.

  • 50 tahun dapat diberikan golongan Quinilones seperti ciprofloxacin dan TMP/SMZ\\n- Pada kondisi epididimitis kronis, dilakukan terapi dengan antibiotik yang sesuai selama 4 hingga 6 minggu, terutama pada kasus infeksi Chlamydia. Selain itu pada pasien dengan infeksi Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae, terapi juga diberikan kepada pasangan sexual pasien yang bersangkutan.\\n- Selain terapi dengan antibiotik, dapat diberikan tambahan obat anti inflamasi seperti piroxicam dan analgesik (penahan nyeri) seperti ibuprofen sebagai terapi tambahan.\\nTerapi supportif dapat dilakukan dengan; menghindari melakukan aktivitas yang berat, penggunaan ice pack pad area skrotum yang terjadi nyeri, mengangkat bagian skrotum setidaknya 2 hari jika memungkinkan, dan penggunaan sitz bath.\\n"}" data-sheets-userformat="{"2":957,"3":[null,0],"5":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"6":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"7":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"8":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"10":0,"11":4,"12":0}">Pasien kurang dari 35 tahun dapat diberikan Ceftriaxone 250 mg secara intramuscular dan doxycyxline 100 mg sebanyak 2 kali sehari selama 14 hari.
  • 50 tahun dapat diberikan golongan Quinilones seperti ciprofloxacin dan TMP/SMZ\\n- Pada kondisi epididimitis kronis, dilakukan terapi dengan antibiotik yang sesuai selama 4 hingga 6 minggu, terutama pada kasus infeksi Chlamydia. Selain itu pada pasien dengan infeksi Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae, terapi juga diberikan kepada pasangan sexual pasien yang bersangkutan.\\n- Selain terapi dengan antibiotik, dapat diberikan tambahan obat anti inflamasi seperti piroxicam dan analgesik (penahan nyeri) seperti ibuprofen sebagai terapi tambahan.\\nTerapi supportif dapat dilakukan dengan; menghindari melakukan aktivitas yang berat, penggunaan ice pack pad area skrotum yang terjadi nyeri, mengangkat bagian skrotum setidaknya 2 hari jika memungkinkan, dan penggunaan sitz bath.\\n"}" data-sheets-userformat="{"2":957,"3":[null,0],"5":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"6":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"7":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"8":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"10":0,"11":4,"12":0}">Pasien lebih dari 50 tahun dapat diberikan golongan Quinilones seperti ciprofloxacin dan TMP/SMZ.
  • 50 tahun dapat diberikan golongan Quinilones seperti ciprofloxacin dan TMP/SMZ\\n- Pada kondisi epididimitis kronis, dilakukan terapi dengan antibiotik yang sesuai selama 4 hingga 6 minggu, terutama pada kasus infeksi Chlamydia. Selain itu pada pasien dengan infeksi Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae, terapi juga diberikan kepada pasangan sexual pasien yang bersangkutan.\\n- Selain terapi dengan antibiotik, dapat diberikan tambahan obat anti inflamasi seperti piroxicam dan analgesik (penahan nyeri) seperti ibuprofen sebagai terapi tambahan.\\nTerapi supportif dapat dilakukan dengan; menghindari melakukan aktivitas yang berat, penggunaan ice pack pad area skrotum yang terjadi nyeri, mengangkat bagian skrotum setidaknya 2 hari jika memungkinkan, dan penggunaan sitz bath.\\n"}" data-sheets-userformat="{"2":957,"3":[null,0],"5":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"6":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"7":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"8":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"10":0,"11":4,"12":0}">Pada kondisi epididimitis kronis, dilakukan terapi dengan antibiotik yang sesuai selama 4 hingga 6 minggu, terutama pada kasus infeksi Chlamydia. Selain itu, pada pasien dengan infeksi Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae, terapi juga diberikan kepada pasangan seksual pasien yang bersangkutan.
  • 50 tahun dapat diberikan golongan Quinilones seperti ciprofloxacin dan TMP/SMZ\\n- Pada kondisi epididimitis kronis, dilakukan terapi dengan antibiotik yang sesuai selama 4 hingga 6 minggu, terutama pada kasus infeksi Chlamydia. Selain itu pada pasien dengan infeksi Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae, terapi juga diberikan kepada pasangan sexual pasien yang bersangkutan.\\n- Selain terapi dengan antibiotik, dapat diberikan tambahan obat anti inflamasi seperti piroxicam dan analgesik (penahan nyeri) seperti ibuprofen sebagai terapi tambahan.\\nTerapi supportif dapat dilakukan dengan; menghindari melakukan aktivitas yang berat, penggunaan ice pack pad area skrotum yang terjadi nyeri, mengangkat bagian skrotum setidaknya 2 hari jika memungkinkan, dan penggunaan sitz bath.\\n"}" data-sheets-userformat="{"2":957,"3":[null,0],"5":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"6":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"7":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"8":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"10":0,"11":4,"12":0}">Selain terapi dengan antibiotik, dapat diberikan tambahan obat anti inflamasi seperti piroxicam dan analgesik (penahan nyeri) seperti ibuprofen sebagai terapi tambahan.
  • 50 tahun dapat diberikan golongan Quinilones seperti ciprofloxacin dan TMP/SMZ\\n- Pada kondisi epididimitis kronis, dilakukan terapi dengan antibiotik yang sesuai selama 4 hingga 6 minggu, terutama pada kasus infeksi Chlamydia. Selain itu pada pasien dengan infeksi Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae, terapi juga diberikan kepada pasangan sexual pasien yang bersangkutan.\\n- Selain terapi dengan antibiotik, dapat diberikan tambahan obat anti inflamasi seperti piroxicam dan analgesik (penahan nyeri) seperti ibuprofen sebagai terapi tambahan.\\nTerapi supportif dapat dilakukan dengan; menghindari melakukan aktivitas yang berat, penggunaan ice pack pad area skrotum yang terjadi nyeri, mengangkat bagian skrotum setidaknya 2 hari jika memungkinkan, dan penggunaan sitz bath.\\n"}" data-sheets-userformat="{"2":957,"3":[null,0],"5":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"6":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"7":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"8":{"1":[{"1":2,"2":0,"5":[null,2,0]},{"1":0,"2":0,"3":3},{"1":1,"2":0,"4":1}]},"10":0,"11":4,"12":0}">Terapi supportif dapat dilakukan dengan menghindari aktivitas yang berat, menggunakan ice pack pad pada area skrotum yang nyeri, mengangkat bagian skrotum setidaknya 2 hari jika memungkinkan, dan penggunaan sitz bath.

Direktori

    Pusat Kesehatan

      Selengkapnya
      Proses...