Sebagian besar orang tua mungkin berpikir anak-anak tidak mungkin mengalami stres. Anak-anak umumnya belum memiliki beban tanggung jawab yang berat atau merasakan tekanan sosial dari lingkungan. "Tanggung jawab terberat anak-anak kan cuma belajar, belum perlu kerja atau cari uang buat menghidupi dirinya sendiri." Normal apabila masih ada orang tua yang berpikir demikian.

 

Tapi yang perlu diingat, anak-anak, sama seperti manusia lainnya, juga memiliki pikiran dan sisi emosional. Dengan demikian, mereka juga bisa mengalami stres apabila tuntutan terhadap diri mereka tidak terpenuhi. Beda dengan orang dewasa yang mengalami stres serta tekanan karena masalah besar, hal yang kecil dan terlihat sepele pun bisa menjadi sumber stres anak-anak.

 

Gejala stres pada anak tidak selalu terlihat jelas. Tetapi orang tua dapat memperhatikan perubahan-perubahan perilaku yang terjadi pada anak untuk mendeteksi adanya stres. Mirip seperti pada orang dewasa, gejala stres pada anak dapat meliputi perubahaan mood, banyak tingkah, perubahan pola tidur, dan kesulitan berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas atau beraktivitas. Gejala fisik juga dapat dirasakan seperti pusing dan sakit perut. Anak yang bereaksi berlebihan pada suatu hal, berbohong, sering mendapat mimpi buruk, menjadi lebih manja, dan mengalami penurunan performa di sekolah juga bisa diwaspadai sebagai tanda stres.

 

Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam membantu anak menghadapi stresnya. Pastikan anak mendapat tidur yang cukup setiap malamnya dan memenuhi asupan gizi harian. Orang tua juga dapat meluangkan waktu untuk menghabiskan waktu bersama anak untuk sekedar bermain ataupun mengobrol sejenak. Persiapkan anak untuk menghadapi stres dengan memberikan pemahaman bahwa emosi seperti marah, menangis, serta rasa cemas dan khawatir itu wajar dan dirasakan juga oleh banyak orang selain mereka. Dengan mengetahui hal ini, anak diharapkan dapat menjadi lebih percaya diri dan yakin bahwa dirinya bisa menghadapi masalah. 

 

Ketika anak sudah terbuka terhadap masalahnya, orang tua bisa menyarankan beberapa solusi atau memberikan alternatif untuk rekreasi, seperti mengajaknya jalan-jalan, memberikan libur dari kegiatan les, atau mengajaknya bermain dan bersenang-senang. Tapi bagaimana jika anak tidak mau membuka diri dan berbagi mengenai masalahnya? Tidak perlu memaksa anak untuk bercerita bila ia belum ingin, kehadiran orang tua hanya untuk menemani dan bermain seringkali sudah cukup baik untuk meningkatkan mood dan meredakan stres anak. Tapi orang tua bisa mencoba dengan terbuka terlebih dahulu dan bercerita mengenai kejadian yang dialami. Dengan terbuka lebih dulu kepada anak, orang tua menunjukkan bahwa mereka siap mendengar cerita anak kapanpun dibutuhkan. Anak juga akan terdorong untuk terbuka karena merasa memiliki kesamaan dengan orang tua mereka yaitu sama-sama mengalami stres.

 

Pertolongan profesional dibutuhkan ketika gejala stres pada anak terjadi dalam jangka panjang, ketika stress yang dialami menimbulkan kecemasan berlebih pada anak, ataupun jika stres menyebabkan perubahan perilaku yang menimbulkan masalah dalam lingkungan sosialnya. Jangan sampai anak membawa beban stres dan tidak bisa menikmati masa pertumbuhannya dengan maksimal. Para orang tua, mulai sekarang berikan perhatian pada kesehatan mental dan emosional anak ya!