Tahun pertama setelah memiliki bayi memang penuh tantangan. Tak sedikit orang tua yang kesulitan beradaptasi, sehingga rumah tangga pun kerap diwarnai dengan pertengkaran. Ternyata, ada 7 masalah yang sering membuat suami dan istri bertengkar di tahun pertama kelahiran bayi. Apa saja, ya? Yuk, disimak infonya, Mums!

 

Orang-orang bilang, setelah punya anak, hubungan antara suami dan istri tidak semesra kala menjadi pengantin baru. Benarkah demikian? Bisa jadi ada Mums yang menjawab iya, tetapi mungkin ada pula yang merasa anak justru semakin merekatkan hubungan pernikahan.

 

Menurut Michelle Crowley, konselor Family Services of Greater Vancouver, pasangan suami istri sebenarnya pasti sudah tahu ketika menjadi orang tua kelak, hidup akan berubah secara drastis. Namun, banyak dari mereka yang ternyata tidak siap akan perubahan tersebut setelah sang Bayi lahir.

 

Alhasil, masalah-masalah sederhana saja bisa berujung dengan pertengkaran besar. Yuk, ketahui 7 masalah yang sering membuat suami dan istri bertengkar di tahun pertama kelahiran bayi!

 

  1. Tidur

Siapa sangka ya tidur menjadi sesuatu yang amat berharga setelah punya bayi? Jadwal tidur bayi masih belum teratur di awal-awal kelahiran, sehingga ia belum bisa membedakan antara siang dan malam. Belum lagi, di malam hari ia kerap terbangun dan menangis, entah itu karena lapar ingin menyusu, popoknya penuh, atau hanya ingin digendong orang tuanya.

 

Siapa yang kurang tidur ataupun siapa yang harus bangun dan begadang untuk menenangkan, memberikan susu, serta menggantikan popok si Kecil di malam hari kerap menjadi masalah yang suka memicu pertengkaran pada orang tua. Walaupun sudah dibuat jadwal untuk bergantian menjaga, pada praktiknya pasangan kerap tidak kooperatif dan tetap tidur nyenyak saat si Kecil menangis.

 

Orang tua yang tidur lebih sedikit atau tidurnya terganggu, ujar Wendy Hall, UBC School of Nursing professor, cenderung lebih mudah kesal keesokan harinya dan sulit berpikir jernih untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.

 

  1. Pembagian tugas yang tidak seimbang

“Aku kan udah nyusuin Adek tadi. Seharian aku belum berhenti kerja ini itu, lho. Masa kamu dimintain tolong gantiin popok Adek aja enggak mau?!” Hayo, siapa yang familier sama kata-kata seperti ini?

 

Yup, pasti akan ada momen di mana Mums sangat frustasi karena tugas merawat si Kecil serta pekerjaan rumah tangga terasa seperti dibebankan pada Mums seluruhnya, sedangkan Dads tampaknya bisa santai-santai sambil nonton TV.

 

  1. Intimasi dan seks

Dulu waktu masih hanya berdua, seluruh perhatian tercurah pada satu sama lain. Namun setelah kelahiran si Kecil, Mums dan Dads mulai membagi perhatian kepadanya. Akibatnya, waktu untuk berdua menjadi lebih sedikit.

 

Untuk Mums, karena lelah seharian mengurus bayi dan tubuh belum kembali ke bentuk semula, pasti akan merasa malas untuk berhubungan seks. Saat ada waktu, rasanya ingin istirahat dan tidur saja, ketimbang bermesraan dengan Dads. Ketika intimasi semakin berkurang, kehidupan rumah tangga pun akan terasa hambar. Akibatnya, Mums dan Dads pun akan jadi lebih sering bertengkar.

 

  1. Kondisi finansial

Ketika si Kecil lahir, tentunya alokasi dana rumah tangga akan berubah. Jika dulu misalnya bisa liburan kapan saja Mums dan Dads mau, sekarang kebutuhan tersier harus direm demi memenuhi kebutuhan si Kecil. Bila tidak dibicarakan dan disiapkan dengan baik, ini bisa menjadi topik sensitif dan memicu pertengkaran antara Mums dan Dads.

 

  1. Kehidupan sosial

Jika Mums adalah ibu bekerja, mungkin tidak terlalu merasakan hal ini. Namun lain hal dengan para ibu rumah tangga. Apabila sebelumnya Mums bekerja atau suka beraktivitas di luar rumah, setelah memiliki anak, Mums cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di rumah bersama si Kecil. Ini terkadang dapat menimbulkan rasa kesepian dan terisolasi dari dunia luar. Pada akhirnya, Mums akan merasa iri dengan Dads yang masih bisa bertemu banyak orang karena ia bekerja.

 

  1. Perbedaan teknik parenting

Perbedaan cara merawat dan membesarkan anak bisa menjadi pencetus pertengkaran yang tidak berkesudahan, lho. Karena perbedaan pendapat ini, salah satu pihak bisa saja merasa kesal dan diremehkan.

 

  1. Mertua

Tidak hanya Mums dan Dads yang bersemangat dengan kehadiran si Kecil, mertua pun akan ikut berbahagia dan tidak sabar menghabiskan waktu bersama cucunya. Dan bisa jadi, ada tindakan atau kata-kata mertua terkait pola asuh dan cara merawat si Kecil yang tidak berkenan di hati Mums. Apalagi Mums mungkin masih sangat sensitif di masa adaptasi ini. Karena tidak mungkin menegur secara langsung, kekesalan pun akhirnya dilampiaskan kepada Dads, lalu berujung dengan perselisihan.

 

Kuncinya adalah Komunikasi!

Namanya manusia pasti Mums dan Dads tidak luput dari kesalahan. Apalagi jika keduanya sedang merasa sangat kelelahan dan stres, maka pertengkaran pun acap kali tidak bisa dihindari.

 

Kendati demikian, setidaknya Mums dan Dads bisa mengurangi friksi dengan cara lebih peka terhadap pemicu-pemicunya, lalu mendiskusikan bagaimana cara mengatasinya. Ya, Crowley menyebutkan komunikasi adalah kunci untuk mengurangi pertengkaran di tahun pertama kelahiran bayi.

 

“Pasangan sebaiknya mendiskusikan tentang perubahan prioritas dan bagaimana mereka bisa tetap mendukung satu sama lain ketika ada perubahan-perubahan baru menghampiri mereka. Mereka butuh ruang untuk membicarakan ketakutan dan perasaan mereka tentang kehidupan setelah menjadi orang tua serta kehidupan rumah tangga tanpa merasa bersalah. Mereka perlu ingat kalau mereka bukan hanya orang tua, melainkan juga pasangan suami istri yang punya kebutuhan berbeda,” terang Crowley.

 

Saat emosi memuncak, cobalah juga untuk mengingat apa yang membuat Mums dan Dads saling mencintai dan ingin membangun bahtera rumah tangga bersama. Dengan begitu, Mums dan Dads akan lebih tenang serta bisa duduk bersama untuk mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi. Memang tidak mudah, tetapi pasti bisa. Semangat, Mums, Dads! (AS)

 

Referensi 

Today's Parent: 10 things you and your spouse will definitely fight about in your baby's first year