Persalinan setiap wanita berbeda dan memiliki keunikan tersendiri. Begitu pula nyeri persalinan yang dirasakan, biasanya akan berbeda antara wanita satu dengan lainnya. Rasa nyeri ini biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti posisi dan besar bayi dalam rahim, serta kekuatan dan kontraksi rahim. Persepsi terhadap nyeri persalinan bervariasi pada setiap individu dan sering kali membuat ibu hamil cemas, takut, atau bahkan fobia. Teknologi kedokteran saat ini menjanjikan suatu proses bersalin dengan praktik anestesi, sehingga tingkat nyeri dapat dikurangi. Pada persalinan modern, penggunaan anestesi atau obat bius ini biasa digunakan bukan hanya untuk meminimalkan rasa nyeri, tetapi juga mempermudah proses persalinan.

Prosedur Anestesi saat Persalinan

Ada 3 prosedur anestesi yang biasanya dilakukan dalam proses persalinan, baik normal maupun operasi Caesar. Jenis-jenis tersebut adalah:

  1. Anestesi Lokal

Anestesi jenis ini menyebabkan kehilangan sensasi rasa (baal) pada lokasi yang dituju saja. Anestesi lokal tidak ditujukan untuk mengurangi nyeri kontraksi, dan biasanya digunakan untuk prosedur episiotomi. Episiotomi adalah pengguntingan kulit dan otot antara vagina dan anus, yang bertujuan untuk melebarkan jalan lahir. Episiotomi biasanya dilakukan jika daerah otot-otot perineum sangat kaku, sehingga kemungkinan ibu akan mengalami luka yang lebih luas.

  1. Anestesi Regional

Anestesi regional sering dipilih untuk meredakan nyeri saat persalinan. Pembiusan jenis ini menyebabkan kehilangan sensasi rasa pada daerah bawah tubuh, namun tidak membuat hilangnya kesadaran. Pada persalinan normal, anestesi regional biasanya diberikan setelah kontraksi mulai intens dan kuat. Bius regional dilakukan dengan cara menyuntikkan obat melalui tulang punggung (spine). Jenis anestesi ini pun paling sering digunakan pada operasi Caesar. Anestesi regional umumnya dilakukan melalui dua teknik, yaitu spinal atau intratechal labor analgesia (ILA) dan epidural.

  1. Anestesi Umum

Anestesi umum biasanya dipilih jika anestesi regional tidak dapat dilakukan, terutama saat terjadi keadaan darurat, seperti perdarahan hebat, dan lain sebagainya.

Perbedaan Spinal dan Epidural

Dr. Hasanul Arifin, SpAn, KIC, KAP, dari Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU dan RSUP Haji Adam Malik Medan, menjelaskan bahwa teknik spinal maupun epidural memiliki perbedaan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. “Pada prinsipnya kedua teknik ini sama-sama mengurangi nyeri, namun pasien tetap dapat mobilisasi. Ibu tetap dalam keadaan sadar sehingga persalinan akan terasa lebih nyaman,” ujar Dr. Hasanul. Lebih lanjut, Dr. Hasanul menguraikan perbedaan di antara keduanya:

  1. Pada epidural, durasi pembiusan yang diberikan lebih lama dibandingkan spinal. Dosisnya pun dapat diatur sesuai kebutuhan melalui kateter epidural. Bila proses persalinan mengalami kesulitan dan operasi Caesar harus dilakukan, ahli anestesi cukup menambahkan obat bius ke dalam kateter epidural tersebut. Kateter ini juga masih dapat digunakan setelah persalinan untuk menangani nyeri pasca operasi.
  2. Pada bius spinal tidak terdapat kateter. Obat hanya diinjeksikan sekali, sehingga bila pembiusan masih dibutuhkan, sedangkan durasi obat biusnya telah habis, diperlukan penyuntikan kembali.
  3. Bius epidural tidak menyebabkan nyeri kepala pasca pembiusan atau disebut juga PDPH (post dural puncture headache) seperti yang dapat terjadi pada bius spinal.
  4. Bius epidural bekerja lebih lama (antara 15-30 menit), sedangkan bius spinal hanya perlu 5 menit untuk menghilangkan sensasi rasa tubuh bagian bawah.
  5. Secara ekonomi, bius epidural membutuhkan biaya lebih mahal dibandingkan bius spinal.
  6. Secara teknik, bius epidural relatif lebih sulit dilakukan daripada bius spinal dan sangat tergantung keterampilan ahli anestesi.
  7. Kedua teknik ini dapat menyebabkan penurunan tekanan darah.

Persyaratan saat Pembiusan

Setiap pembiusan memerlukan prosedur tertentu, misalnya, puasa kurang lebih 6 jam sebelum tindakan. Tujuannya adalah untuk mencegah aliran balik dari lambung masuk ke jalan nafas. Sedangkan pada anestesi regional, pasien harus bebas luka infeksi di punggung, tidak sedang menggunakan obat pengencer darah atau punya kelainan darah encer.

Anestesi pada Persalinan Caesar

Pembiusan untuk operasi Caesar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu bius umum (bius total) dan bius regional (hanya setengah badan). Dr. Hasanul menjelaskan bahwa bius umum pada operasi Caesar dapat meningkatkan risiko aspirasi (masuknya isi lambung yang bersifat korosif ke dalam paru-paru). Alasan inilah yang menyebabkan anestesi umum sebisa mungkin dihindari pada operasi Caesar. Selain itu, tetap sadar selama operasi dengan bius regional, membuat ibu dapat menyadari kelahiran sang buah hati sehingga proses inisiasi menyusui dini bisa dilakukan. Ada beberapa kondisi yang mengharuskan anestesi umum lebih baik dilakukan daripada bius regional, seperti ibu hamil dengan eklamsia (hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang) dan keadaan gawat janin atau fetal distress. Sebagai dokter kandungan, Dr. Diana Mauria, Sp.OG, dari Brawijaya Women and Children Hospital juga menyetujui bahwa anestesi regional-lah yang sebaiknya digunakan pada saat operasi Caesar. Alasannya adalah jenis anestesi ini tidak memberikan efek samping pada bayi sehingga pemeriksaan dini terhadap kondisinya bisa dilakukan.

Efek Obat Anestesi pada Bayi

Dr. Hasanul menyebutkan bahwa obat-obat anestesi dapat memengaruhi bayi bila melewati plasenta dan biasa terjadi pada anestesi umum. “Sebagai contoh, obat penenang, seperti midazolam, diazepam akan dihindari oleh ahli anestesi, karena dapat menyebabkan depresi nafas pada bayi. Selain itu, obat analgetik opioid yang rutin diberikan pada bius umum juga dosisnya dikurangi, karena mememiliki efek samping yang sama pada bayi,” tutur Dr. Hasanul. Sedangkan pada bius regional, obat- obat bius yang diberikan memiliki efek samping yang lebih kecil terhadap bayi bila dibandingkan bius umum.

Dosis yang Tepat

Sebenarnya banyak faktor yang dapat menentukan dosis anastesi, seperti jenis obat, kondisi tubuh pasien saat itu, dan respons tubuh terhadap obat-obat anestesi. Obat bius yang diberikan melalui pembuluh darah (intravena) dosisnya berdasarkan berat badan. Oleh karena itu, idealnya, semakin gemuk pasien, maka jumlah obat yang diberikan akan semakin besar.

Risiko Anestesi

Respons tubuh terhadap obat anestesi sangat bervariasi dan tergantung dari jenis obat yang diberikan. Respons tersebut dapat berupa respons fisiologis, seperti hipotensi, mati rasa pada setengah badan, dan relaksnya otot-otot gerak tubuh, maupun berupa efek samping, seperti gatal-gatal pada tubuh (pruritus), mual, muntah, dan gangguan pernafasan. Pada bius umum, respons fisiologis yang dapat terjadi yaitu mengantuk hingga hilang kesadaran dan amnesia (hilang ingatan tentang apa yang terjadi selama operasi). Sedangkan efek samping obat-obat pada bius umum adalah mual, muntah, dan halusinasi (terjadi pada beberapa pasien yang menggunakan obat ketamin selama pembiusan). Banyak wanita ragu untuk mendapatkan anestesi karena merasa tidak alami dan takut akan efek sampingnya nanti. Faktanya adalah tidak ada dua individu dan persalinan yang sama persis, beberapa kasus mungkin memerlukan pereda nyeri, sedangkan kasus lainnya tidak. Diskusikan dengan dokter Anda mengenai hal ini. Akan lebih baik jika Anda berbicara dengan dokter kandungan dan dokter anestesi sebelum memilih prosedur yang cocok dengan kondisi kesehatan Anda. Yang terpenting adalah jangan takut untuk bertanya.