‘Kata orang-orang, obat A ini ampuh, tapi kok buat saya enggak ngaruh ya?’ ‘Teman saya minum obat B ini sembuh lho, Mbak. Tapi pas saya cobain, saya enggak merasa lebih baik, tuh!’ Pertanyaan-pertanyaan semacam itu kerap kali ditanyakan pasien kepada saya saat kami sedang berbincang-bincang mengenai terapi obat. Pernahkah Anda juga bertanya-tanya tentang mengapa suatu obat yang sama dapat menimbulkan efek yang berbeda pada setiap orang yang mengonsumsinya? Ternyata, variasi efek obat ini memang lazim terjadi, karena kerja obat di dalam tubuh kita dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Apa sajakah faktor-faktor tersebut dan bagaimana mereka dapat mempengaruhi efek obat yang kita konsumsi? Yuk, kita simak list di bawah ini!

Ukuran Tubuh

Ukuran tubuh seseorang dapat mempengaruhi seberapa banyak dosis obat yang harus diberikan pada seseorang. Biasanya penghitungan dilakukan berdasarkan bobot badan, dapat pula dilakukan dengan body surface area (BSA). Pada umumnya, dosis obat untuk dewasa itu adalah ‘standardisasi’ dosis bagi dewasa normal (tanpa gangguan organ) dengan bobot badan 70 kg. Jadi, jika ukuran tubuh seseorang jauh lebih kecil, atau malah jauh lebih besar, dari ‘standar’ ini, bisa jadi efek obat yang ia alami akan sedikit berbeda. Namun, untuk beberapa jenis obat, dosis obat yang diberikan harus dihitung sesuai kondisi bobot badan atau BSA pasien, tidak bisa menggunakan dosis ‘standar’. Contoh obat yang harus diberikan sesuai dengan ukuran tubuh ini adalah obat-obat kemoterapi. Salah satu alasannya adalah karena obat kemoterapi memiliki efek samping yang cukup signifikan pada tubuh, sehingga dosisnya harus benar-benar dihitung agar tetap dapat memberikan manfaat terapi yang maksimal dengan efek samping yang minimal. Penghitungan dosis lewat bobot badan dan BSA juga lazim digunakan untuk menghitung dosis obat untuk anak-anak.

Usia

Usia berhubungan erat dengan kondisi organ tubuh seseorang, terutama ginjal dan hati. Jadi nih, ginjal dan hati itu berperan penting dalam membuang sisa obat dari dalam tubuh. Jika kerja ginjal dan hati mulai menurun karena faktor usia, maka sisa obat yang dibuang dari dalam tubuh akan berkurang. Hal ini dapat menyebabkan efek terapi obat berlangsung lebih lama, namun berpotensi juga meningkatkan kejadian efek samping. Oleh sebab itu, pada pasien geriatri (usia di atas 65 tahun), dibutuhkan dosis yang lebih kecil. Dosis berdasarkan usia juga sering digunakan pada pasien anak. Dalam kasus anak-anak, hal ini dikarenakan fungsi organ hati dan ginjal mereka yang belum seberkembang dewasa.

Toleransi dan Resistensi

Beberapa obat, jika dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup panjang, dapat menyebabkan sesuatu yang disebut toleransi. Jika sudah terjadi toleransi, maka obat tidak akan memberikan efek yang semestinya, atau bisa dikatakan ‘tidak mempan’. Contohnya nih, isosorbid dinitrat dan beberapa obat anti-depresan. Jika toleransi sudah terjadi, biasanya pasien butuh dosis yang lebih besar agar efek terapi dapat dirasakan. Sedangkan resistensi biasanya terjadi pada penggunaan antibiotik. Jika suatu bakteri sudah resisten terhadap antibiotik tertentu, maka obat antibiotik yang diminum tersebut tidak akan memberikan efek seperti yang diharapkan, alias infeksinya masih tetap ada. Cari tahu lebih lengkap tentang resistensi antibiotik disini ya!

Makanan yang Sedang Dikonsumsi

Yup, makanan juga dapat mempengaruhi efek obat pada tubuh yang sedang Anda konsumsi, lho! Hal ini terutama berlaku untuk obat oral alias obat yang diminum. Ada beberapa jenis obat yang harus dikonsumsi sebelum makan, karena makanan justru akan menghalangi terserapnya obat tersebut ke dalam tubuh. Sebaliknya, beberapa obat malah harus dimakan bersamaan dengan makan atau sesudah makan. Jadi, sebaiknya Anda perhatikan baik-baik label atau keterangan obat yang Anda dapatkan, ya! Makanan tertentu juga dapat menghambat terserapnya obat ke dalam tubuh. Contohnya adalah susu. Apa sajakah obat yang tidak dapat dikonsumsi bersamaan dengan susu? Silakan Anda baca lebih lengkap disini ya!

Cara Penyimpanan Obat

Walaupun terdengar sepele, namun obat perlu disimpan dengan cara yang tepat. Kesalahan penyimpanan obat akan membuat kadar obat menurun. Saya pernah mendapati seorang pasien saya yang salah menyimpan obat miliknya. Seharusnya obat tersebut disimpan di dalam kulkas, namun pasien menyimpannya dalam freezer. Hal ini sepertinya merusak struktur kimia dari obat tersebut, sehingga ia tidak menunjukkan perkembangan klinis yang baik setelah mengonsumsi obat tersebut. Mau tahu bagaimana cara menyimpan obat dengan baik? SIlakan dibaca disini ya!

Kondisi Psikologis

Kondisi psikologis Anda ternyata dapat memengaruhi kerja obat yang Anda konsumsi, lho! Hal ini dikenal sebagai the placebo effect, dimana efek obat ditentukan oleh bagaimana secara mentalitas seorang pasien memandang obat yang diterimanya. Biasanya hal ini berkaitan dengan pemberian obat penahan nyeri, depresi, dan kelainan saluran cerna.

Adherence

Adherence dapat diartikan sebagai ‘kepatuhan’ pasien dalam mengonsumsi obat sesuai dengan aturan penggunaan yang diberikan kepadanya. Adherence ini menjadi salah satu hal penting dalam keberhasilan terapi. Saya banyak menemui kasus ketidakpatuhan ini dalam praktek sehari-hari. Alasan yang paling banyak mengemuka adalah lupa meminum obat, atau tidak lagi minum obat karena merasa sudah baikan. Untuk mengatasi ketidakpatuhan ini, saya biasanya membangun kepercayaan pasien terhadap terapi yang diterimanya. Harapan saya, jika pasien sendiri sudah memiliki suatu kebutuhan terhadap terapinya, maka secara otomatis ia pasti akan meminum obat sesuai petunjuk. Dukungan keluarga juga penting sekali untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan, terutama untuk obat-obat yang sifatnya kronis seperti diabetes, darah tinggi, atau tuberkulosis. Wah, ternyata banyak sekali ya, faktor yang dapat mempengaruhi efek suatu obat yang dikonsumsi! Mulai dari hal yang bersifat fisik seperti ukuran tubuh, usia, makanan, dan penyimpanan obat, hingga faktor yang bersifat psikologis. Jadi terjawab sudah ya, pertanyaan mengapa efek obat dapat berbeda-beda terhadap masing-masing orang! Semoga informasi ini dapat membuat Anda makin bijak dalam mengonsumsi obat Anda, ya! Salam sehat!