Sembelit atau konstipasi adalah salah satu bentuk gangguan saluran pencernaan yang cukup sering terjadi. Konstipasi adalah suatu keadaan yang ditandai dengan buang air besar kurang dari 3 kali seminggu, massa feses sulit dikeluarkan saat buang air besar, atau massa feses terasa kering atau keras.

 

Konstipasi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Hal-hal yang paling umum menyebabkan terjadinya konstipasi adalah kurangnya konsumsi serat (buah, sayur, atau sereal), kurangnya asupan cairan, berada dalam posisi duduk atau tidur terus-menerus dalam jangka waktu lama (misalnya pasien-pasien yang sedang bed rest), serta kurangnya aktivitas fisik. Konstipasi juga dapat diakibatkan oleh konsumsi obat-obatan tertentu serta kondisi stres, cemas, atau depresi.

 

Untuk mengatasi konstipasi, penanganan paling awal adalah dengan mengubah pola diet dan gaya hidup. Misalnya dengan memperbanyak konsumsi cairan dan serat, serta menghindari konsumsi minuman yang mengandung alkohol. Demikian pula dengan gaya hidup, memperbanyak aktivitas fisik dan menghindari sedentary behaviour alias kurang beraktivitas fisik dapat menjadi cara agar terhindar dari konstipasi.

 

Jika semua cara non-farmakologis tersebut sudah dicoba, tetapi konstipasi masih belum dapat diatasi, Geng Sehat dapat menggunakan obat-obatan pencahar atau laksatif. Sebagai seorang apoteker, saya sering menerima pertanyaan dari teman maupun keluarga mengenai perbedaan macam-macam obat pencahar yang tersedia di pasaran, serta obat pencahar manakah yang lebih baik digunakan.

 

Geng Sehat juga pernah mengalami konstipasi dan bertanya-tanya tentang hal yang sama? Mari kita terlebih dahulu melihat macam-macam obat pencahar yang tersedia di Indonesia!

 

1. Suplemen serat

Sebenarnya, kelompok suplemen ini bukan obat. Namun, ini dapat digunakan dalam membantu mengatasi sembelit. Suplemen serat yang banyak dijual adalah berbentuk serbuk dalam saset, yang kemudian dilarutkan dalam segelas air.

 

Fungsinya adalah untuk tambahan serat bagi orang-orang yang kurang mengonsumsi serat, di mana serat makanan (dietary fiber) akan menyerap air yang membuat massa feses menjadi lebih lunak dan mudah dikeluarkan.

 

2. Laksatif osmotik

Sesuai namanya, obat pencahar jenis ini bekerja secara osmotik menarik air dari luar saluran pencernaan untuk masuk ke dalam saluran pencernaan. Hal ini menyebabkan massa feses menjadi lebih lunak dan menjadi lebih mudah dikeluarkan.

 

Contoh pencahar jenis ini adalah sirup yang mengandung laktulosa (Duphalac, Lactulax, dan merek dagang lainnya) serta polietilen-glikol (Laxadine dan merek dagang lainnya). Pencahar tipe osmotik juga memerlukan waktu 2 hingga 3 hari penggunaan untuk efek yang maksimal.

 

Yang perlu diperhatikan dari penggunaan pencahar jenis ini adalah pasien harus mengonsumsi cairan dalam jumlah cukup. Pasalnya, obat akan menarik air ke dalam saluran pencernaan. Jika cairan tidak cukup, maka kerja obat akan menjadi kurang maksimal.

 

3. Laksatif stimulan

Obat pencahar jenis berikutnya adalah kelompok laksatif stimulan. Sesuai namanya, obat jenis ini menstimulasi otot-otot di saluran pencernaan untuk berkontraksi dan menghasilkan dorongan bagi massa feses untuk bergerak menuju anus.

 

Bisacodyl (Dulcolax, Laxacod, Custodiol, dan merek dagang lainnya) adalah salah satu jenis laksatif stimulan yang banyak beredar di Indonesia, baik dalam bentuk tablet minum ataupun supositoria yang dimasukkan ke anus. Biasanya, pencahar jenis ini memerlukan waktu 6 hingga 12 jam untuk bekerja dan memberikan efek yang diharapkan. Perlu diketahui bahwa salah satu efek tidak diharapkan dari penggunaan pencahar jenis ini adalah kram di perut.

 

4. Laksatif poo-softener

Obat pencahar jenis ini juga membuat massa feses menjadi lebih lunak (soft), sehingga mudah dikeluarkan. Contoh dari obat pencahar jenis poo-softener antara lain sodium docusate. 

 

Setelah kita mengetahui macam-macam obat pencahar berdasarkan cara kerja untuk membantu melancarkan buang air besar saat terjadi sembelit atau konstipasi, pertanyaan berikutnya adalah obat pencahar alias laksatif jenis mana yang harus dipilih?

 

Pertama-tama, harus dipahami bahwa setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda terhadap obat, termasuk obat pencahar. Sebuah obat bisa efektif bagi seseorang, tetapi belum tentu efektif bagi orang lain. Jadi, yang harus diperhatikan adalah penyebab dari konstipasi itu sendiri.

 

Misalnya konstipasi yang disebabkan karena efek samping obat tertentu, biasanya akan lebih efektif jika diobati menggunakan laksatif jenis poo-softener atau osmotik. Contoh kasus lain, sembelit atau konstipasi yang disertai dengan nyeri perut sebaiknya tidak menggunakan obat pencahar jenis laksatif stimulan. Pasalnya, seperti yang telah dipaparkan di atas, obat pencahar jenis ini memiliki efek samping kram, yang dapat memperparah nyeri perut.

 

Secara umum, sebagai apoteker, biasanya saya menyarankan penggunaan suplemen serat terlebih dahulu kepada pasien. Jika massa feses tetap susah dikeluarkan, dapat mencoba laksatif osmotik untuk membuat massa feses yang keras menjadi lebih lunak. Jika massa feses terasa sudah lunak, tetapi tetap sulit untuk dikeluarkan, barulah saya biasanya menyarankan penggunaan obat pencahar jenis laksatif stimulan.

 

Namun apapun jenis obat pencahar yang dipilih, faktor paling utama dari mencegah dan mengatasi sembelit atau konstipasi adalah dengan pola diet dan gaya hidup yang baik. Diet dengan asupan serat dan cairan yang mumpuni, serta gaya hidup yang lebih aktif mampu menjadi kunci agar sembelit menjauh dari hidup. Salam sehat! (AS)

 

Referensi

Jin, J. (2014). Over-the-counter Laxatives. JAMA, 312(11), p.1167.