Selebriti Julia Perez atau Jupe yang tengah melawan kanker serviks tengah menarik perhatian masyarakat. 

 

Kanker serviks merupakan kanker pada leher rahim atau serviks. Kanker ini bukanlah penyakit keturunan dan perjalanannya cukup lama, yaitu bisa mencapai 20 tahun. Pada stadium awal, kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun ketika memasuki stadium lanjut, berbagai keluhan seperti keputihan berbau, perdarahan saat berhubungan intim, serta perdarahan di luar siklus haid atau post menopause kerap terjadi.

 

Data WHO pada 2012 menunjukkan bahwa seorang wanita meninggal akibat kanker serviks setiap 2 menit sekali di seluruh dunia. Ini sangat ironis, karena penyakit ini sebenarnya dapat dicegah dan diobati bila dideteksi serta ditangani sejak dini. Menurut dr. Dinda Derdameisya, Sp.OG., dari Brawijaya Women and Children Hospital, apabila terdeteksi di stadium awal, angka ketahanan hidup 5 tahun dapat mencapai 80 persen.

 

Kanker serviks bukanlah penyakit keturunan, melainkan disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV), yang ditularkan melalui hubungan seksual. Dokter Dinda menyebutkan 2 tipe virus HPV yang paling berisiko menyebabkan kanker serviks adalah tipe 16 dan 18. Setengah dari wanita yang terdiagnosis kanker serviks berusia 33-35 tahun. Tetapi rata-rata dari mereka kemungkinan sudah terinfeksi HPV sejak masa remaja.

 

 

Sulitnya Penanganan Kanker Serviks di Indonesia

Bagi wanita yang telah melakukan hubungan seksual, diwajibkan melakukan skrining 3 tahun setelahnya. Ada beberapa jenis skrining yang dapat dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat virus HPV atau tidak, yaitu melakukan pemeriksaan visual dengan asam asetat (IVA), pap smear, serta metode pemeriksaan lain. Jika aktif berhubungan seksual, maka skrining sebaiknya dilakukan secara rutin setiap tahun. Jika terdapat sel abnormal dan berpotensi berkembang menjadi kanker serviks, akan langsung dilakukan tindakan krioterapi atau rujukan ke rumah sakit untuk menentukan penanganan selanjutnya.

 

Sayangnya di tahun 2014, skrining di Indonesia baru meliputi 5 persen saja. Padahal, idealnya adalah mencapai 80 persen. Angka ini sangat tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Swedia yang sudah mencapai 98 persen, dan di Jepang dengan angka berkisar 60-70 persen. Ada banyak kendala mengapa penanganan kanker serviks di Indonesia cukup sulit, yaitu karena:

  • Indonesia adalah negara kepulauan, sehingga penanganan kanker serviks belum merata.

  • Edukasi tentang skrining dan kanker serviks di tengah-tengah masyarakat masih minim.

  • Tes pap smear masih terkendala banyak hal.

  • Skrining serta fasilitas lain hanya terdapat di kota-kota besar.

  • Pasien merasa ketakutan, sehingga tidak mau berobat.

  • Tujuh puluh persen kanker serviks baru dideteksi ketika penderita sudah mencapai stadium lanjut.

 

Penanganan Tergantung pada Stadium Kanker

Penanganan kanker serviks tergantung pada stadium penyakit sang pengidap. Jika masih stadium awal (1-2a), dapat dilakukan operasi pengangkatan rahim dan leher rahim, radioterapi, kemoterapi, atau kombinasi ketiganya. Tetapi bila kanker serviks dideteksi sudah stadium lanjut (2b-4b), maka dapat dilakukan pengobatan berupa radiasi (penyinaran), radioterapi, dan kemoterapi. Tidak ada pantangan khusus yang harus dijalani oleh penderita kanker rahim.

 

Wanita dengan kanker serviks masih dapat hamil dan melahirkan, sebab penyakit ini tidak mempengaruhi fertilitas. Jika wanita tersebut didiagnosis kanker serviks stadium awal dan sedang hamil, kehamilan masih dapat dilanjutkan namun perlu pertimbangan khusus ketika bersalin. Persalinan dapat dilakukan melalui operasi Caesar, dan bila memungkinkan, sekaligus melakukan pengangkatan rahim sesuai prosedur yang berlaku.