Tumbuh kembang serta pencapaian anak, terutama pada usia bayi hingga balita, patut menjadi perhatian orang tua. Salah satu aspek yang bisa diperhatikan, yaitu kemandirian anak, yang bisa dibangun melalui bantuan, kesempatan, dan dukungan dari orang tua dan lingkungannya. Langkah awal yang bisa dilakukan orang tua dalam melatih kemandirian anak, yaitu dengan memberikan kesempatan anak untuk mencoba berbagai hal agar Ia menjadi terbiasa.

 

Nah Mums, hal ini juga berlaku dalam melaksanakan toilet training atau latihan menggunakan toilet pada anak. Tentunya orang tua tua tidak bisa langsung berekspektasi anak untuk menggunakan toilet dengan sendirinya jika tidak dilatih dan dibiasakan lebih dulu.

 

Kapan anak bisa diajarkan toilet training?

Anak sudah bisa diajarkan untuk menggunakan toilet sendiri ketika menunjukkan berbagai tanda kesiapan, yang umumnya muncul di usia 18-24 bulan, sebagai berikut:

  • Mulai mnunjukkan ketidaknyamanan ketika popok sudah basah.
  • Memiliki ekspresi, gerakan, atau suara yang berbeda ketika ingin buang air kecil atau buang air besar.
  • Memiliki periode buang air kecil atau besar yang teratur, diikuti dengan periode kering (tidak mengompol) minimal selama 2 jam atau saat tidur siang.
  • Merasa ingin tahu ketika orang dewasa masuk atau keluar kamar mandi.
  • Mampu duduk tenang selama 2-5 menit.
  • Menandakan dirinya ingin belajar mandiri, seperti belajr melakukan berbagai hal sendiri
  • Mengerti instruksi sederhana dari orang lain (misalnya untuk mengambil barang).

 

Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama melakukan toilet training pada anak?

Mums, berikut beberapa tips yang bisa dilakukan untuk mempermudah anak dalam menjalani toilet training:

  • Perhatikan berbagai tanda anak siap melakukan toilet training.
  • Catat waktu anak biasanya buang air kecil atau besar agar waktu toilet training bisa diprediksi.
  • Berikan pemahaman yang menyenangkan tentang toilet training, misalnya dalam bentuk cerita.
  • Apresiasi setiap kemajuan yang berhasil dicapai oleh anak dengan pujian ataupun pelukan.
  • Jangan mudah emosi ketika anak tidak bisa mengomunikasikan keinginannnya untuk buang air. Berikan pemahaman perlahan, seperti “Kalau ingin pipis nanti bilang, ya” atau “Kalau ingin pipis, ke kamar mandi, ya”.

                                                                                 

Selain hal-hal di atas, Mums juga perlu memperhatikan hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan di bawah ini:

  • Jangan terlau keras pada anak dengan menetapkan ekspektasi yang berlebihan. Wajar jika toilet training memakan waktu hingga bulanan, karena disesuaikan dengan kemampuan dan kesiapan setiap anak yang berbeda.
  • Hindari menunjukkan kekecewaan atau kesedihan ketika anak gagal menjalai toilet traning dengan baik. Hal ini dikhawatirkan bisa menambah tekanan anak. Maklumi bila anak baru saja belajar dengan kebiasaan baru, serta masuh sulit untuk mengenali dan mengontrol tubuhnya secara mandiri.
  • Jangan beri hukuman pada anak yang gagal duduk di kloset. Hal ini bisa menjadi kesempatan baginya untuk menghindari toilet training.
  • Hindari memulai toilet training pada periode penuh tekanan, seperti pindah rumah, perceraian, pertikaian, dan lain sebagainya.

 

Nah, bagaimana Mums? Sudahkah anak memiliki tanda-tanda di atas? Jika sudah, yuk segera perkenalkan toilet training dengan perlahan kepada anak.