Meski hingga kini belum diketahui penyebab spesifik dari masalah trisomi, baik itu down syndrome (trisomi 21), edward syndrome (trisomi 18), maupun patau syndrome (trisomi 13), penelitian menyebutkan bahwa usia ibu hamil berdampak besar terhadap masalah ini. Seiring dengan bertambahnya usia seorang wanita ketika hamil, jelas dr. Dinda Derdameisya, Sp.OG., dari Brawijaya Women and Children Hospital, maka risiko bayi mengalami kelainan ini, terutama down syndrome, bertambah tinggi. “Ini berhubungan dengan sel telur wanita. Bagi wanita yang hamil di atas usia 35 tahun, sel telurnya sudah mulai tua dan kemungkinan besar mengandung kromosom abnormal,” ungkapnya.

 

Dokter Madeleine Jasin, Sp.A., dari RSCM, menyebutkan bahwa kasus janin mengalami down syndrome pada ibu hamil berusia di bawah usia 30 tahun adalah 1 dari 1.500 angka kelahiran. Bagi ibu hamil usia 30-35 tahun, risikonya meningkat menjadi 1 dari 800 angka kelahiran. Usia di atas 35 tahun meningkat menjadi 1 dari 400 angka kelahiran, dan 1 dari 100 angka kelahiran ketika wanita tersebut menginjak usia 40 tahun.

 

Padahal apabila bayi mengalami masalah trisomi, maka tidak bisa dikoreksi dengan melakukan metode intervensi apa pun, bahkan sejak kandungan. Dan, berbeda dengan edward syndrome atau patau syndrome, anak dengan down syndrome memiliki kesempatan untuk lahir dan tumbuh dewasa, dengan kondisi keterbelakangan fisik serta mental yang dimilikinya.

 

“Karenanya, untuk wanita yang hamil di usia 35 tahun atau lebih, serta pada kasus-kasus kehamilan tertentu, misalnya memiliki riwayat keluarga dengan down syndrome atau sudah memiliki anak dengan kelainan kromosom atau disabilitas lain, sebaiknya melakukan pemeriksaan dini untuk mengetahui apakah janin yang dikandung mengalami masalah trisomi atau tidak. Tujuannya agar dapat dilakukan penanganan sejak awal untuk memproteksi bayi, terutama pada bayi dengan edward syndrome dan patau syndrome, yang tingkat abnormalitasnya jauh lebih tinggi,” jelas dr. Ardiansjah Dara, Sp.OG, M.Kes., dari MRCCC Siloam Hospital, Semanggi, Jakarta.

 

Metode Deteksi Kelainan Kromosom

Dahulu, dokter akan mengecek apakah janin mengalami trisomi dengan menggunakan USG transvaginal ketika kandungan menginjak usia 3 bulan. Dokter akan mengecek ketebalan punuk atau tulang punggung, jarak antar mata, dan bentuk tulang hidung. Jika tulang punggung lebih tebal dari 0,8 mm, maka dokter akan mencurigai ada indikasi masalah trisomi. Sayangnya, diagnosis ini sulit dilakukan karena posisi bayi berubah-ubah. Jadi, perkiraannya dapat meleset sekitar 20-30 persen.

 

Lalu dapat pula dilakukan triple test, yaitu mengambil sampel darah ibu hamil untuk diperiksa di luar negeri. Tetapi, tingkat keakurasiannya hanya mencapai 60-70 persen saja. Ada lagi cara yang lebih akurat, yaitu amniosentesis. Jadi, jarum akan dimasukkan ke dalam rahim, lalu diusapkan ke air ketuban. Akan tetapi, prosedur ini sangat berisiko karena berpotensi mengakibatkan infeksi. Atau bila janin tiba-tiba bergerak dan terkena jarum, maka dapat mengalami kecacatan hingga keguguran.

 

Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, metode terbaru untuk mendeteksi kelainan kromosom pun muncul, yaitu menggunakan NIPT (Non Invansive Prenatal Test). Ini merupakan jenis skrining guna menganalisis DNA bebas sel di dalam darah ibu. Caranya cukup mudah, yaitu hanya mengambil sampel darah selayaknya triple test, ketika kandungan mencapai usia 10-14 minggu atau 2-3 bulan. Pemeriksaan darah yang sederhana ini, ungkap dr. Meriana Virtin, medical advicer dari Cordlife, akan membantu mengurangi kecemasan calon ibu dan ayah, serta seluruh keluarga. “Sampai saat ini, pemeriksaan ini telah secara signifikan mengurangi jumlah pemeriksaan diagnostic invasive, seperti amniosentesis, yang berisiko menyebabkan keguguran sekitar 1 dari 100 angka kehamilan,” tambahnya.   

 

Dokter Dara berujar bahwa hasil NIPT sangat akurat, bisa mencapai 95 persen lebih. “Kalau tidak salah, tes ini mulai digunakan di Indonesia sejak 2012 atau 2013. Tetapi 1 kekurangannya, biayanya sangat mahal, berkisar 10-13 juta. Awalnya ketika direkomendasikan, para ibu hamil mau mengikuti NIPT. Tetapi setelah mengetahui biayanya, mereka jadi menolak,” keluhnya.

 

Alasan biaya tes ini cukup fantastis adalah karena sampel darah belum bisa diperiksa di Indonesia dan harus dikirim ke luar negeri. Hingga kini, negara terdekat untuk memeriksa sampel darah adalah Singapura. Dokter Dara berharap pemerintah dapat memberikan subsidi kepada wanita hamil di atas usia 35 tahun untuk mengikuti tes ini, agar kelainan kromosom dapat dideteksi sejak dini.