Earth Day atau Hari Bumi merupakan sebuah perayaan tahunan yang dibuat untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap lingkungan dan polusi. Dirayakan setiap tanggal 22 April, seluruh masyarakat dari berbagai belahan dunia melakukan beragam kegiatan, mulai dari demonstrasi, konferensi, aktivitas di luar rumah, hingga proyek layanan masyarakat.

 

Sejarah Hari Bumi

Perayaan Hari Bumi dicetuskan oleh Gaylord Nelson. Kala itu, ia  menjabat sebagai US Senator dari Wisconsin. Inspirasi ini muncul setelah ia menyaksikan pengerusakan lingkungan pada 1969, yaitu ketika minyak yang berlimpah mencemari area Santa Barbara, California. Bersama Pete McCloskey, Denis Hayes, serta 85 orang lainnya, mereka pun menetapkan tanggal 22 April sebagai hari untuk mengingatkan publik tentang menjaga dunia dari pencemaran polusi udara dan air.

Pada 22 April 1970, sebanyak 20 juta penduduk Amerika turun ke jalan, taman, dan auditorium untuk mendemonstrasikan tentang lingkungan yang sehat dan berkelanjutan. Ribuan perguruan tinggi dan universitas turun tangan menyelenggarakan protes terhadap pengerusakan lingkungan. Kelompok-kelompok tersebut berjuang melawan aliran minyak yang mencemari lingkungan, polusi limbah pabrik dan perusahaan pembangkit listrik, pembuangan racun, penggunaan pestisida, serta punahnya satwa liar. Sejak saat itu, semua orang dari segala penjuru dunia merayakan Hari Bumi. Terhitung sekitar 200 juta orang dari 141 negara ikut serta mengangkat isu tentang pentingnya menjaga lingkungan, termasuk Indonesia.

 

Faktanya, Bumi Tidak Seindah Dulu

Penebangan liar menjadi salah satu masalah terbesar yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Dilansir melalui Harian Kedaulatan Rakyat, sejak tahun 1985 terjadi pembabatan hutan seluas 1,6 juta hektar per tahunnya. Dan sekitar 10 tahun kemudian, meningkat menjadi 2,83 juta hektar per tahunnya. Saat ini, diperkirakan hutan Indonesia dirampok lebih Rp 83 miliar setiap harinya.

Padahal, penebangan liar memiliki efek domino. Satwa-satwa hutan kehilangan tempat tinggal dan bahan makanan, tidak ada lahan untuk menyerap air, banjir dan tanah longsor terjadi, produksi oksigen berkurang, dan masih banyak lagi.

Belum lagi penerapan teknologi yang tidak tepat, misalnya penggunaan bahan-bahan kimia dan kantung plastik yang tidak ramah lingkungan, pembuangan limbah, serta pencemaran udara karena hasil pembakaran pabrik dan knalpot kendaraan, semakin menambah kerusakan lingkungan.

Program The Value of Land yang digarap oleh organisasi Economics of Land Degradation Initiative (ELDI) melaporkan bahwa sejak tahun 2000, 75 persen nilai ekonomis alam yang dimanfaatkan manusia hilang. Nilai ekonomis tersebut diperirakan mencapai Rp 1 triliun per satu kilometer persegi. Akibat kerusakan 52 persen lahan pertanian di berbagai negara, mau tidak mau pemerintah harus menyuntikkan dana kepada dunia pertanian hingga mencapai Rp 400 triliun per tahunnya, supaya mereka dapat tetap menghasilkan bahan pangan untuk seluruh manusia.

Area di bumi yang mengalami kekeringan meningkat hingga 2 kali lipat hanya dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Bahkan, sepertiga kawasan di bumi rentan mengalami kerusakan lingkungan. Dan, sepertiga kawasan di Afrika terancam menjadi gurun tandus akibat kerusakan lingkungan.

Kerusakan lingkungan pun diperkirakan akan membuat 50 juta orang terpaksa mengungsi dari tempat tinggal mereka hanya demi bertahan hidup dari serangkan kekeringan dan masalah lingkungan yang lainnya. Seram, ya!

 

Diingatkan Melalui Hari Bumi

Dengan adanya peringatan Hari Bumi, seluruh masyarakat diingatkan kembali bahwa masalah kerusakan lingkungan merupakan ancaman serius dan perlu diwaspadai. Pasalnya, ini sangat membahayakan dan yang menanggung akibatnya adalah kita sendiri sebagai manusia.

Oleh karena itu, hari ini kita semua perlu menyadari bahwa menjaga lingkungan adalah kewajiban dari masing-masing individu. Jaga dan sayangi lingkungan demi bumi yang lebih baik, dan demi anak cucu kita.