Beberapa bulan lalu, netizen, khususnya warga Kalimantan, dihebohkan dengan berita seorang pria ditangkap polisi karena menanam pohon ganja di rumahnya. Namun pria yang diketahui bernama Fidelis Ari ini, tidak terbukti mengonsumsi ganja. Bukan itu yang membuat topik ini ramai diperbincangkan, melainkan alasan di balik Fidelis menanam tanaman ilegal ini.

 

Melalui ganja yang ditanam, ia menggunakan ekstrak ganja untuk pengobatan istrinya. Sang Istri diketahui mengidap penyakit langka bernama Syringomyelia. Beragam pengobatan telah ditempuh dan setelah mencari tahu di internet, ia menemukan cara jitu untuk membuat istrinya kembali sehat. Ganja atau yang mempunyai nama latin Cannabis sativa ini, sebenarnya merupakan tanaman penghasil serat yang bagus dan kuat. Namun, tanaman ini lebih dikenal karena kandungan narkotika pada bijinya.

 

Tanaman ganja biasa dikonsumsi sebagai narkoba, yaitu dibentuk menjadi lintingan dan diisap layaknya rokok. Efek yang ditimbulkan adalah pemakai akan mengalami rasa senang yang lama, tanpa sebab yang jelas (euforia berlebih). Banyak opini dan penelitian yang mengklaim bahwa ganja mempunyai manfaat dalam dunia kesehatan. Berdasarkan laporan US National Library of Medicine, berikut ini beberapa manfaat ganja:

  • Mengatasi tremor dan meningkatkan kemampuan motorik bagi penderita Parkinson.
  • Sebagai obat penenang untuk menghilangkan rasa cemas.
  • Menyembuhkan penyakit kanker.
  • Menurunkan gejala Multiple Sclerosis.
  • Menghentikan serangan epilepsi.
  • Menghambat laju penyakit Alzheimer.

 

Tidak hanya itu, masih ada beberapa manfaat lain yang bisa didapat dari ganja. Jadi, masih masuk akal jika ada sebagian kelompok yang ingin ganja dilegalkan sebagai obat. Di antara penyakit yang bisa diatasi oleh ganja, beberapa belum ditemukan obatnya dan hanya ada untuk mengurangi gejalanya saja. Namun di balik beragam manfaat ganja, tentu saja ada alasan kenapa tanaman ini diberi label ilegal bahkan haram. Menurut pihak Badan Narkotika Nasional (BNN), efek tanaman yang pernah menjadi simbol kaum Hippies di Amerika Serikat ini bisa berdampak serius bagi pengguna ketika berada di ruang publik dan berkendara. Ganja dapat merusak saraf otak dalam jangka waktu lama secara permanen. Ganja akan memberi efek rileks, rasa gembira yang berlebih, serta halusinasi sehingga penggunanya bertindak aneh, seperti tertawa sendiri dan linglung. Hal tersebut membuat yang memakainya tidak bisa berkonsentrasi.

 

Sampai saat ini, pemerintah tetap menggolongkan ganja sebagai narkotika golongan I bersama opium. Efek positif dan negatif dari ganja masih menjadi kontroversi, termasuk permintaan untuk menjadikannya obat legal. Tidak hanya di Indonesia, kontroversi ini juga terjadi di beberapa negara, di antaranya Amerika Serikat. Jika ke depannya benar ada wacana untuk melegalisasi ganja, maka perlu dipastikan agar penyebarannya tidak sembarangan. Ganja harus digunakan dengan benar demi kesehatan pasien-pasien yang membutuhkan. Jangan sampai ganja malah disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.