Pada suatu hari Minggu yang indah, saya pergi ke suatu tempat keramaian, sebut saja mal. Maklum, di kota besar tempat hang out yang mudah diakses hanyalah mal. Menyedihkan, memang. Padahal episode weekend hang out impian saya adalah piknik di taman yang luas, pakai sunglasses yang kece, sambil bersandar  santai membaca buku ditemani angin yang berhembus sepoi-sepoi. Ah, impian. Oke, bukan itu inti postingan ini. Jadi ceritanya, saat sedang menunggu makanan di food court, saya mendengar percakapan seorang ibu dengan anaknya tentang bagaimana seorang ibu melarang anaknya minum susu setelah minum obat.  “Mamah… Aku mau susu Mah….” “Aduh, Mama kan udah bilang, nanti dulu! Kamu tuh baru minum obat sejam yang lalu, jadi kamu belum boleh minum susu!” Dan percakapan terinterupsi oleh tangisan si anak yang tetap merengek minta dibikinkan susu.

Saya Cukup Penasaran

Sebagai seorang Apoteker yang profesinya senantiasa bersinggungan dengan obat-obatan, percakapan tadi tentunya menggelitik saya untuk menoleh. Aduh, hati ini rasanya sedih sekali lihat si adik cantik yang merengek minta susu. Baju Barbie yang dia pakai udah manis banget, plus rambutnya yang dikuncir dua membuat dia terlihat adorable sekali, tapi jadinya si dedek terlihat menyedihkan karena ia nangis minta susu sampai ndelosor di lantai food court. Setelah berpikir beberapa lama, saya akhirnya menghampiri ibu dan anak itu. Iya, pakai kontemplasi. Soalnya saya takut dikira sok tahu, sok ngajarin, malah nanti urusannya panjang, kan berabe. Tapi apa daya, saya nggak tega melihat si dedek nangis begitu. “Mmm.. Maaf Bu, nggak sengaja dengar percakapan ibu. Adik mau minum susu ya Bu, tapi susunya belum bisa diberikan karena adik habis minum obat ya? Kebetulan saya apoteker Bu, saya bisa bantu untuk lihat apakah susunya adek berpengaruh sama obatnya..” Syukurlah, si Ibu percaya sama muka saya yang apa adanya dan super standar ini. Ia mengizinkan saya melihat obat yang ‘memicu’ kehebohan ini: sirup obat turun panas berisi ibuprofen. Kebetulan saya punya akses ke Stockley’s Handbook of Drug Interaction, sebuah tools yang digunakan apoteker untuk mengecek interaksi obat, dan ternyata dalam hal ini ibuprofen tidak memiliki interaksi dengan susu. Dan cerita ini pun berakhir dengan bahagia. Si dedek bisa minum susu, tangisannya berhenti, sang ibu bahagia, saya pun lega. Yup, drama hari itu dipersembahkan oleh sesuatu bernama interaksi obat. Pertama mari kita berkenalan sedikit dengan suatu term bernama interaksi obat ini. Interaksi obat, menurut buku Stockley’s Drug Interaction, salah satu ‘kitab suci’ apoteker dan klinisi lain seputar interaksi obat, adalah suatu keadaan dimana efek obat berubah karena adanya kehadiran obat lain, makanan, obat herbal, minuman, atau perubahan lingkungan. Perubahan yang terjadi dapat membuat efek obat menjadi tidak optimal. Dalam cerita di atas, yang terjadi adalah kasus interaksi obat dan makanan.

Baca Juga : Beda Orang Beda Respon Tubuh Terhadap Obat

Apakah Baik Minum Susu Setelah Minum Obat?

Anda mungkin juga akan mengamini bahwa ada semacam ‘doktrin’ yang tertanam bahwa tidak boleh minum susu setelah minum obat. Well, bahaya minum susu setelah minum obat ini ternyata tidak 100% benar, namun tidak sepenuhnya salah pula. Ada obat-obatan yang memang tidak boleh dikonsumsi dengan susu, misalnya antibiotik ciprofloxacin, tetrasiklin, dan doksisiklin. Ciprofloxacin biasanya diresepkan oleh dokter jika Anda mengalami infeksi di saluran pernapasan (misalnya sinusitis akut), saluran pencernaan (misalnya diare), atau saluran kencing. Ternyata nih, absorpsi atau keterserapan ciprofloxacin dari saluran cerna akan menurun hingga hampir setengahnya jika diminum bersamaan dengan susu atau olahannya seperti yoghurt. Itu artinya, obat yang akan terserap dan bisa memberikan efek bakal berkurang hingga 50% dari seharusnya. Sedangkan pada tetrasiklin dan doksisiklin (antibiotik yang biasanya diresepkan untuk infeksi saluran pernapasan, dan bisa juga untuk jerawat yang terinfeksi) , kalsium yang ada di susu dan produk olahan susu akan membentuk sesuatu yang disebut kompleks kimia, dan kompleks ini akan menurunkan keterserapan kedua obat tersebut. Hmm, dari tadi saya ngomong soal keterserapan obat di saluran cerna yang berkurang. Memangnya apa sih efeknya? Jadi begini, jika absorbsi atau keterserapan dari saluran cerna berkurang, jumlah obat yang masuk ke dalam darah juga berkurang, dan hal itu dapat menyebabkan efek terapi tidak akan maksimal tercapai. Bisa-bisa nggak sembuh deh penyakit atau gejala yang kita alami. Terus, gimana dong kalau tetap ingin mengonsumsi susu walaupun sedang mengonsumsi obat-obatan yang mengandung tetrasiklinn dan doksisiklin? Gampang saja, pisahkan jarak waktu antara minum obat dan minum susu selama kurang lebih dua jam, untuk memastikan obat sudah terserap sempurna sehingga kehadiran si susu nggak akan menjadi gangguan. Di lain pihak, ada obat-obat yang malah dianjurkan diminum dengan susu. Salah satunya adalah ibuprofen yang berada dalam obat si dedek tadi, juga obat-obat penahan sakit lain yang termasuk golongan anti inflamasi non steroid (atau populer disebut NSAIDs) seperti diklofenak, asam traneksamat, aspirin, celecoxib, dan ketoprofen. Obat-obat NSAIDs ini memiliki efek samping iritasi saluran cerna, sehingga konsumsi bersamaan dengan makanan, termasuk susu, dianjurkan untuk mengurangi efek samping ini. Sebab dengan adanya makanan, ada pelindung yang tersedia untuk lapisan saluran cerna dan iritasi menjadi lebih minimal. Semoga informasi di atas bisa membantu ‘meluruskan’ persepsi yang terbangun mengenai konsumsi susu dan obat-obatan, ya. Supaya nggak ada lagi adik-adik unyu lain yang menangis karena nggak boleh minum susu setelah minum obat. Jika ragu mengenai interaksi yang mungkin terjadi antara obat yang sedang Anda konsumsi dengan obat atau makanan, jangan ragu untuk hubungi apoteker anda untuk meminta keterangan lebih lanjut. Always be healthy ya, smart women!