Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue bisa menimpa siapa saja tanpa memandang di mana mereka tinggal, usia, atau latar belakang sosial ekonomi. Dengue biasanya meningkat di puncak musim hujan, seperti saat ini di bulan Februari.

 

Arumai Bachsin, artis yang lebih dikenal sebagai istri mantan Wakil Gubernur Jawa Timur Periode 2019-2024, Emil Dardak, membagikan pengalaman pilu tentang dengue.

 

“Alhamdulillah saya pribadi belum pernah secara langsung terkena DBD. Suami saya, Bapak Emil, pernah pada saat beliau di Jepang. Tapi yang membuat saya dan keluarga sangat memperhatikan pencegahan DBD adalah cerita Papa saya dulu, bahwa beliau memiliki teman yang kehilangan satu keluarga akibat DBD. Padahal mereka secara konsisten melakukan 3M, dan tidak membiarkan ada genangan di manapun. Ternyata setelah cari-cari, sumbernya berada pada genangan air di belakang kulkas,” cerita Arumi saat acara talkshow “Langkah Bersama Cegah DBD”, yang diadakan PT Takeda Innovative Medicines, di Surabaya, 2 Februari 2024.

 

Arumi melanjutkan, sejak saat itu, ia dan keluarga, bahkan terbawa sampai menikah, membiasakan diri untuk selalu menerapkan 3M Plus. “Apalagi sekarang kita sudah bisa mendapatkan pencegahan DBD yang menyeluruh, bukan hanya dari luar melalui 3M Plus, tetapi juga dari dalam dengan vaksinasi.”

 

3M Plus Plus Vaksin Kombo Maut Pencegahan DBD

Saat ini vaksin bisa menjadi langkah inovatif mencegah dengue. Sebagai antisipasi perkembangan nyamuk penyebab dengue, kebersihan lingkungan harus diperhatikan. 3M Plus terdiri dari menguras bak air, menutup tempat penampungan air, dan mendaur ulang barang tidak terpakai; serta berbagai upaya mencegah gigitan nyamuk melalui obat nyamuk, fogging, dan penggunaan jaring nyamuk adalah upaya konvesnional yang sudah disosialisasikan sejak dulu.

 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI, yang diwakili oleh dr. Asik Surya, MPPM, Ketua Tim Kerja Arbovirus, mengatakan bahwa berdasarkan laporan, angka kasus dan kematian akibat DBD pada tahun 2023 lebih rendah dibandingkan tahun 2022. Ia menjelaskan, “Tahun lalu (2023), tercatat total kasus DBD di Indonesia sebesar 114.435 kasus dengan kematian 894 kasus. Dunia saat ini menargetkan nol kematian pada tahun 2030.

Hal ini tentunya tidak terlepas dari langkah-langkah intervensi yang telah dilakukan oleh Pemerintah untuk menekan kasus DBD, di mana secara garis besar terdapat tiga intervensi: intervensi pada lingkungan, intervensi pada vektor (nyamuk), dan intervensi pada manusia.

 

“Intervensi pada lingkungan dapat dilakukan melalui pemberantasan sarang nyamuk, sedangkan intervensi pada vektor dilakukan melalui penggunakan larvasida serta insektisida yang digunakan untuk fogging sementara pada manusia, dilakukan dengan cara intervensi inovatif melalui vaksinasi,” jelas dr. Asik.


Kampanye ‘Langkah Bersama Cegah DBD’ dilakukan di Surabaya mengingat di tahun 2023 lalu Jawa Timur menjadi provinsi ketiga dengan kasus DBD tertinggi se-Indonesia dengan 9.401 kasus dan kematian sebanyak 103 kasus.


Menurut drg. Sulvy Dwi Anggraeni, M. Kes., Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, selama ini upaya pencegahan DBD di Jawa Timur dilakukan dengan program pengendalian penyakit berbasis masyarakat yaitu PSN (pemberantasan sarang nyamuk) di lingkungan lewat Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik.

 

“Program PSN dengan 3M Plus memang masih efektif, namun tidak kalah pentingnya adalah mengenali gejala penyakit sehingga tidak terlambat mendapat pertolongan medis. Karena bagaimanapun juga, semua orang bisa terinfeksi DBD, tanpa memandang usia, di mana mereka tinggal, dan gaya hidup. Untuk itu, jika ada anggota keluarga yang mengalami gejala DBD, seperti demam mendadak tinggi, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, atau muncul bintik-bintik kemerahan di kulit, segera periksakan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Jadi penting bagi masyarakat untuk selalu mengedepankan 3M Plus, serta mempertimbangkan pencegahan inovatif seperti vaksin,” papar drg. Sulvy.



Risiko pada Anak Lebih Besar

dr. Dini Adityarini, SpA menyampaikan, “Pada dasarnya, virus dengue dapat menginfeksi siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Tetapi pada anak-anak, DBD memiliki risiko yang jauh lebih tinggi, termasuk menyebabkan kematian.

 

Di tahun 2022 saja, dari seluruh kelompok usia, 48% kematian akibat dengue terjadi pada anak-anak usia 5-14 tahun. Untuk itu, Ikatan Dokter Anak Indonesia merekomendasikan penggunaan vaksin DBD, yang memiliki tingkat keamanan yang dapat ditoleransi dengan baik, pada anak-anak guna menurunkan risiko keparahan penyakit dan menurunkan risiko rawat inap.”


Menyambung pernyataan yang disampaikan oleh dr. Dini, dr. Adaninggar, Sp.PD menyebutkan, “Vaksinasi menjadi metode yang krusial untuk membantu memberikan perlindungan yang menyeluruh, tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga keluarga. Inovasi yang tersedia saat ini telah direkomendasikan oleh asosiasi medis, dan dapat diberikan bagi kelompok usia 6-45 tahun. Tetapi tentunya, masyarakat perlu berkonsultasi terlebih dahulu kepada tenaga kesehatan sebelum mendapatkannya.”