Pasti menyenangkan rasanya saat Mums dan Dads mendengar kata “mama” atau “papa” diucapkan pertama kali oleh anak. Perkembangan fungsi wicara adalah salah satu hal yang menyenangkan untuk diamati sekaligus mendebarkan, terutama bila pada kisaran usia tertentu anak belum menunjukkan kemampuannya untuk berbicara.

 

Sering kali karena mendapat pertanyaan, “Kok, anaknya belum bisa ngomong, sih?” orang tua kemudian panik karena takut anak mereka mengalami keterlambatan bicara atau dikenal dengan istilah speech delay.

 

Apakah semua anak yang lambat berbicara dibandingkan teman-teman seusianya pasti mengalami masalah dan harus lekas dibawa ke klinik tumbuh kembang? Faktanya, sebagian anak seolah-olah “menunda” untuk mulai berbicara, padahal mereka tidak memiliki masalah khusus.

 

Kondisi ini dikenal dengan sebutan late blooming atau lebih tepatnya late talker. Lalu di manakah letak perbedaannya? Kapan orang tua harus mulai khawatir jika melihat kecenderungan terlambat berbicara pada anak?

 

Ketahui tahap perkembangan kemampuan bicara sesuai usia anak

Setiap anak memang memiliki milestone masing-masing. Namun, diharapkan pola perkembangan ini sejalan dengan usianya, termasuk perkembangan bicara dan berbahasa. Tujuan dari mengetahui tahap-tahap perkembangan bicara anak adalah supaya orang tua bisa lebih alert atau waspada manakala mengetahui perkembangan anak kurang sesuai dengan usianya. 

 

Pada bayi baru lahir, menangis adalah satu-satunya kemampuan berkomunikasi. Bayi akan belajar bahwa dengan menangis ibunya akan datang memberikan susu atau menggendongnya. Setelah itu, bayi akan mulai belajar tersenyum dan mengeluarkan suara tanpa makna yang jelas (cooing), seperti “uuu...,” “aaa...," dan “ooo...”

 

Dia akan belajar bahwa dengan melakukan hal tersebut orang di sekitarnya akan merasa senang dan meresponsnya kembali. Melihat respons orang lain yang tertawa, bayi pun akan belajar tertawa. Cooing umumnya akan mulai dilakukan oleh bayi pada usia 2 bulan.

 

Selanjutnya, bayi akan mulai mengeluarkan suku kata tanpa makna yang cenderung diulang-ulang. Kali ini sudah melibatkan huruf mati atau konsonan, seperti “dadadada..” atau “papapapa..” Tahap ini disebut dengan babbling dan umumnya dilakukan ketika bayi berusia 6-9 bulan.

 

Kata pertama biasanya akan muncul pada rentang usia 10 hingga 15 bulan, dan selanjutnya ia akan mengenal beragam kosakata baru sampai dengan mampu merangkainya menjadi suatu frase atau kalimat di sekitar usia 2 tahun.

 

Berdasarkan tahapan di atas, tampak bahwa kemampuan berbicara seorang anak terdiri dari bagian receptive atau tahap memahami (understanding), dan bagian expressive atau mengekspresikan. Masalah dapat terjadi pada salah satu atau kedua fungsi tersebut.

 

Dikutip dari American Speech-Language-Hearing Association (ASHA), ada beberapa hal yang memengaruhi perkembangan kemampuan berbicara pada anak, yaitu kemampuan alaminya dalam memahami bahasa, keterampilan lain yang dipelajari pada saat yang bersamaan, paparan terhadap beragam kosakata setiap harinya, serta bagaimana orang di sekitarnya memberikan respons terhadap usaha komunikasi yang dilakukannya.

 

Selain tahap-tahap tersebut, beberapa hal sederhana juga perlu diamati untuk mampu menentukan apakah mungkin terjadi masalah jika anak terlambat berbicara dibanding teman seusianya. Hal-hal tersebut antara lain penggunaan gestures atau bahasa tubuh, seperti melambai saat mengatakan “da-daah”, menoleh saat namanya dipanggil, menoleh ke arah yang kita tunjuk, menunjuk benda yang diinginkannya, serta mau berinteraksi dengan orang lain dibandingkan hanya bermain sendirian.

               

Late talker: mereka yang lebih suka “merekam” sebelum berbicara

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, keterlambatan berbicara belum tentu mengindikasikan suatu masalah tumbuh kembang yang memerlukan intervensi khusus. Bisa jadi anak tersebut hanya “menunda” bicara atau tergolong late talker.

 

Umumnya, anak-anak ini mengalami hambatan di bagian expressive atau bagaimana mengungkapkan maksud mereka melalui kata-kata. Hal ini tentu sebaiknya dikonfirmasi dengan pemeriksaan awal, seperti pemeriksaan fungsi pendengaran, terlebih jika Mums mendapati anak tidak menoleh setiap kali dipanggil dan tidak merespons terhadap stimulus suara.

 

Jika tidak ditemui masalah, anak biasanya akan mulai bicara sebelum memasuki usia sekolah. Tentunya jika orang tua tetap memberikan stimulus yang sesuai. Stimulus dapat diberikan melalui kegiatan bermain bersama, membaca buku bergambar, bernyanyi, serta semua aktivitas yang memungkinkan terjadinya interaksi dan komunikasi.

 

Orang tua cerdas: mengombinasikan ilmu dan intuisi

Orang tua tentu diharapkan menjadi orang terdekat yang paling memahami kondisi setiap anaknya. Bisa jadi satu anak akan menjalani perkembangan yang berbeda dengan kakaknya di usia yang sama. Selain membekali diri dengan ilmu, orang tua juga perlu menajamkan intuisi mereka.

 

Bisa jadi ada saudara atau tetangga yang mengatakan, “Dulu anakku juga begitu tetapi tahu-tahu cerewet, tuh!” Pengalaman orang lain boleh saja menjadi masukan tetapi kembali lagi orang tua yang paling mengerti dan mengetahui kondisi anak masing-masing.

 

Jika memang orang tua merasa kemungkinan ada masalah, jangan ragu untuk pergi ke ahli tumbuh kembang untuk berkonsultasi. Namun kalau orang tua merasa anak mereka sudah menguasai semua komponen komunikasi sesuai usianya, hanya tinggal menunggu untuk mulai mengekspresikannya dengan kata-kata, orang tua bisa menunggu sambil memantau perkembangannya lebih lanjut.

 

Kendati demikian, perlu diingat bahwa intuisi tanpa dibekali ilmu juga kurang baik. Tidak sedikit anak yang mengalami masalah wicara terlambat dibawa ke ahlinya, sehingga intervensi yang harus diberikan menjadi lebih kompleks.

 

Penyebabnya adalah penyangkalan (denial) orang tua yang merasa anak mereka tidak mungkin bermasalah. Mums dan Dads tetap perlu mengetahui tanda bahaya (red flags) bahwa mungkin ada masalah, seperti tidak babbling sampai usia 9-12 bulan, belum ada kata sampai usia 16 bulan, belum ada kombinasi minimal 2 kata pada usia 2 tahun, serta tidak adanya ketertarikan untuk berkomunikasi. Jika menjumpai tanda-tanda tersebut, segeralah membawa anak untuk berkonsultasi dengan ahli tumbuh kembang.