Isu terkait galon isi ulang yang tercemar Bisphenol A (BPA) sempat membanjiri media dan media sosial. Meskipun, beberapa pakar dan ahli kesehatan banyak juga yang sudah membantahnya dengan bukti-bukti ilmiah. Salah satu isu bahaya BPA dalam air minum kemasan adalah menyebabkan mandul.

 

Dokter kandungan Abraham Dian Winarto menjelaskan bahwa air dalam AMDK dipastikan bukan penyebab kemandulan dan gangguan kesehatan lainnya. Menurutnya, korelasi antara AMDK guna ulang dan kemandulan masih butuh penelitian lebih lanjut.



"Intinya suatu air kemasan yang beredar apalagi bermerek tentunya sudah melalui prosedur yang ketat dari BPOM sehingga pasti aman," kata Anggota perkumpulan ginekologi Indonesia (POGI) ini, melalui pernyataan tertulis yang diterima Guesehat.

 

Bagaimana isu ini bisa berkembang dan fakta sebenarnya?

 

Kemasan galon guna ulang yang berwarna biru, terbuat dari polikarbonat (PC). Kandungan BPA ditambahkan dalam PC dalam kadar kecil agar galon bertahan lama, sehingga bisa digunakan ulang. Dengan demikian, mengurangi sampah plastik yang juga menjadi isu lingkungan saat ini.

 

Memang ada beberapa faktor yang menyebabkan BPA ini terlepas dari ikatan PC, misalnya karena terpapar panas yang ekstrem. Selama penyimpanan dan distribusi dijaga, kecil kemungkinan terjadi migrasi BPA, dan kalaupun ada partikel BPA yang terlepas, kadarnya sangat kecil dan tidak berdampak pada kesehatan. Tubuh memiliki mekanisme untuk membuang zat yang tidak diperlukan oleh tubuh.

 

Ada sejumlah alasan mengapa galon guna ulang biru aman untuk digunakan. Faktor utama keamanan galon guna ulang biru adalah kemasan pangan tersebut sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Artinya, galon tersebut sudah pasti aman digunakan dan tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan.



Galon guna ulang biru juga telah memenuhi regulasi badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 20 tahun 2019 tentang kemasan pangan. Aturan tersebut menegaskan persyaratan batas migrasi BPA pada kemasan plastik polikarbonat di Indonesia, yaitu sebesar 0,6 bagian per juta (bpj). Penggunaan galon guna ulang biru juga telah mengikuti prosedur yang telah diatur dalam Peraturan Perindustrian RI Nomor 96/M-IND/PER/12/2011.



Regulasi tersebut mengatur pemakaian kemasan pangan air minum dalam kemasan (AMDK) mulai dari proses pengambilan dan penampungan air baku, hingga pendistribusian. Galon guna ulang biru sebagai kemasan pangan telah lolos dari berbagai regulasi untuk menjamin keselamatan konsumen.



Artinya, air mineral yang berada dalam galon guna ulang biru sudah dipastikan aman dan bermutu tinggi. Proses pengisian air ke dalam galon juga dilakukan dengan steril dan sangat hati-hati.



Proses sanitasi pada AMDK galon pada pabrikan besar dilakukan dengan air bertekanan tinggi yang dilakukan lebih dari 20 kali tanpa tersentuh tangan manusia sedikitpun. Hal ini menihilkan perpindahan kuman atau bakteri dari manusia ke air minum yang dikemas ke dalam galon.



Pada produk tertentu, air dalam kemasan galon tersebut juga bersumber air murni dan terlindungi. Hal itu agar menghasilkan kandungan mineral alami sehingga baik untuk kesehatan tubuh.



Penggunaan galon guna ulang biru juga membuat setiap konsumen ikut dalam pelestarian lingkungan. Keberadaan limbah plastik bisa dikurangi dengan tidak menggunakan galon berbahan PET alias sekali pakai.



Keamanan penggunaan galon guna ulang biru juga ditekankan pakar teknologi plastik, Wiyu Wahono. Dia menegaskan, meski sudah dipakai puluhan tahun para konsumen galon guna ulang tidak pernah mengalami gangguan kesehatan apapun.



Dosen teknologi plastik di salah satu kampus di Jerman ini menyayangkan keberadaan isu bahaya BPA yang dihembuskan. Menurutnya, hal tersebut hanya akan menebar ketakutan dan membuat masyarakat bingung.



Pakar yang sudah mempelajari dunia plastik lebih dari 20 tahun ini melanjutkan, galon guna biru berbahan polikarbonat dipilih sebagai kemasan AMDK karena memiliki kekuatan dan lebih ramah lingkungan. Wiyu mengatakan, paparan BPA dalam galon guna ulang biru juga terus menciut saat dipergunakan kembali.



"Jadi kalau dibuka (google) lebih banyak disinformasi (terkait BPA) dari pada yang benarnya," katanya.