Beberapa minggu terakhir ini, rumah sakit tempat saya bekerja dibanjiri banyak pasien demam berdarah dengue (DBD). Dalam satu bangsal perawatan minimal ada sepuluh orang yang sedang mengalami DBD, bahkan sampai ada yang masuk ICU segala lho! Kita pasti sudah sering dengar tentang penyakit DBD, atau malah sudah pernah mengalaminya. Gejala demam berdarah dengue terdiri dari demam yang biasanya terus-menerus selama tiga hari, pegal dan nyeri sendi, sakit kepala, serta adanya ruam kemerahan di kulit. Ternyata, banyak lho fakta demam berdarah yang layak disimak! Let’s check them out!

90% Kabupaten/kota di Indonesia Adalah Daerah Endemik Demam Berdarah

Keterangan kepada pers yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa hingga awal tahun 2016 ini, 90% kabupaten atau kota yang ada di Indonesia merupakan daerah endemik. Itu berarti demam berdarah terjadi secara reguler pada masyarakat di daerah tersebut. Semua orang yang ada di daerah endemik memiliki probabilitas untuk terkena demam berdarah, oleh karena itu tindakan pencegahan wajib dilakukan. Gerakan 3M adalah kampanye yang dilakukan Kementerian Kesehatan untuk mencegah penyakit demam berdarah Program pencegahan ini terdiri dari menguras dan menutup tempat penampungan air serta mengubur barang bekas yang mungkin menampung air. Kenapa harus 3M sih? Jawabannya ada di poin nomor 2, so please keep on reading ya!

DBD Adalah Penyakit Infeksi Virus

Saya suka gemes kalau dengar ada yang bilang ‘DBD disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti’. That’s totally wrong! Demam berdarah adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus bernama dengue virus (DEN) yang merupakan anggota dari genus Flavivirus dan family Flaviviridae (iya, virus aja punya keluarga lho!). Makanya, penyakit ini disebut demam berdarah dengue. Ada 4 tipe atau genotype dengue virus sendiri punya 4 tipe yaitu DEN 1 hingga 4, tapi yang paling banyak menyebabkan infeksi terutama di kawasan Asia adalah DEN-2 dan DEN-3. Nah, virus DEN ini sendiri bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui vektor alias perantara, yang paling sering adalah nyamuk Aedes aegypti. ‘Bayi-bayi’ Aedes aegypti tumbuh terutama di habitat yang berair, maka dari itu gerakan 3M dilakukan. Yup, program 3M mencegah DBD dengan membasmi habitat buat Aedes aegypti untuk berkembang biak.

Antibiotik Tidak Diperlukan Untuk Menangani DBD

‘Mbak, kok saya nggak dapat antibiotik apa-apa?’ tanya seorang pasien demam berdarah yang sedang dirawat kepada saya yang saat itu sedang melakukan pemantauan terapi obat. Jawaban untuk pertanyaan ini sudah terdapat  di poin nomor 2 tadi. Yup, karena demam berdarah adalah infeksi virus, maka antibiotik alias anti bakteri tentunya tidak dibutuhkan! Kecuali nih, ada infeksi penyerta yang terjadi. Kasus yang paling sering saya temui sih, selain mengalami gejala DBD, pasien juga mengalami infeksi thypoid atau tifus. Nah, untuk kasus ini tentunya antibiotik dibutuhkan untuk mengobati thypoid-nya.

Ada 3 Fase Dalam Perjalanan Penyakit DBD

Menurut World Health Organisation alias WHO, setelah seseorang ‘resmi’ terjangkit virus dengue, orang tersebut akan mengalami 3 fase penyakit yaitu fase febrile, critical, dan recovery. Fase febrile adalah kondisi dimana seseorang mengalami demam, jadi gejala utama fase febrile ini memang demam tinggi, bahkan hingga mencapai suhu 40 °C. Fase ini biasanya terjadi pada hari kedua hingga ketiga sejak virus mulai bersarang dan dapat bertahan hingga hari ketujuh. Selain demam tinggi, gejala demam berdarah yang ikut muncul pada fase ini adalah kemerahan pada kulit, pegal-pegal, dan sakit kepala. Fase berikutnya adalah fase critical yang terjadi sekitar hari keempat hingga keenam. Biasanya, suhu tubuh mulai turun hingga suhu normal, sehingga terlihat sepertinya kesembuhan sudah mulai tampak. Tapi jangan salah, justru fase inilah yang wajib diwaspadai! Ceritanya, virus DEN itu bisa menyebabkan capillary leakage. Iya, ada leakage alias kebocoran di pembuluh darah, sehingga komponen ‘air’ alias plasma darah merembes keluar dari pembuluh darah. Terus kenapa kalau bocor? Hmm… Baca poin nomor 5, yah! Selain kebocoran plasma, pada fase critical akan terjadi juga penurunan jumlah trombosit. Kenapa hal ini bisa terjadi, mekanisme pastinya belum diketahui, tapi beberapa ahli berpendapat hal ini terjadi karena virus DEN merusak sel-sel yang berperan dalam pembentukan trombosit. Setelah pasien berhasil melewati fase critical tadi, ia akan masuk ke fase recovery yang biasanya mulai terjadi pada hari ketujuh. Secara umum biasanya kondisi pasien mulai membaik, nafsu makan mulai kembali normal, dan parameter-parameter pemeriksaan lab seperti hematokrit (yang digunakan untuk menentukan status cairan di dalam pembuluh darah) dan jumlah trombosit juga mulai meningkat.

Penyakit Demam Berdarah Berat (Severe) Dapat Menyebabkan Shock

Seperti yang saya ceritakan di poin nomor 4, saat fase critical akan terjadi kebocoran plasma. Coba bayangkan kalau selang buat menyiram tanaman dialiri air dalam jumlah sedikit, nggak ada tekanan yang membuat air kuat menyemprot kemana-mana kan? Begitu juga dengan pembuluh darah! Kalau cairan dalam pembuluh berkurang, akan terjadi penurunan tekanan darah alias hipotensi, dan darah nggak bisa sampai ke organ-organ yang membutuhkan. Nah kondisi ini bisa membuat organ-organ tubuh jadi shock karena nggak bisa dapat oksigen buat bahan bakar kerja mereka. Jika kondisi shock ini terjadi terus menerus tanpa pertolongan yang memadai, bukan tidak mungkin akan berakhir dengan kematian.

Demam Berdarah Butuh Terapi Cairan Yang Cukup

Terapi cairan itu wajib banget hukumnya agar shock yang saya sebutkan tadi tidak terjadi. Pada beberapa pasien, asupan cairan lewat minuman saja tidak cukup sehingga memerlukan terapi cairan infus. Biasanya yang digunakan adalah infus natrium klorida 0,9%, seperti Ringer asetat, atau Ringer laktat. Jumlah cairan yang dibutuhkan tergantung pada bobot badan, jumlah urin yang keluar, dan hasil pemeriksaan hematokrit. Biasanya sih dalam sehari seorang pasien bisa mendapatkan 4 hingga 5 kolf infus isi 500 mL.

Tidak Semua Obat Penurun Panas Bisa Digunakan Untuk Demam Berdarah

Ternyata tidak sembarang obat penurun panas dapat digunakan untuk gejala demam berdarah lho! Obat yang direkomendasikan adalah parasetamol. Obat lain yang juga mempunyai fitur penurun panas seperti ibuprofen, asam mefenamat, aspirin, dan golongan steroid tidak direkomendasikan karena memiliki efek mencegah agregasi platelet yang dikhawatirkan akan memperburuk kondisi terutama jika terjadi perdarahan. Ternyata banyak sekali ya hal-hal menarik tentang penyakit demam berdarah! Sekarang Anda sudah lebih mengenal penyakit ini dong, terutama gejalanya yang patut diwaspadainya. Jadi, jika Anda mengalami demam yang tak kunjung turun apalagi disertai timbulnya ruam atau bintik kemerahan di kulit, sebaiknya segera pergi berkonsultasi ke dokter, ya! Jangan lupa, selalu lakukan tindakan 3M juga, karena bagaimanapun mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Salam sehat!