Saat seorang bayi menginjak usia 6 bulan, bayi tersebut akan mulai mengonsumsi makanan padat. Hal ini dikarenakan jumlah nutrisi di dalam ASI tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan si kecil yang tiap hari semakin sering beraktivitas. Nah, di Indonesia, makanan ini disebut dengan Makanan Pendamping ASI atau MPASI. Kenapa disebut pendamping? Karena ternyata hingga usia 1 tahun, bahkan disarankan oleh WHO hingga usia 2 tahun sumber gizi utama seorang bayi adalah ASI. Jadi bukan karena bayi sudah mulai makan makanan padat, lalu tidak disusui lagi ya! Nah, fase pemberian MPASI ini mulai saya jalani 2 bulan yang lalu tepat ketika anak saya berusia 6 bulan. Sebelum mulai MPASI, tentu saya mencari banyak info mengenai hal tersebut. Nah, ternyata ada banyak aliran yang dilakukan ibu-ibu dalam memberikan MPASI kepada anaknya. Kalau bisa saya rangkum, ada 4 aliran MPASI yang beken di Indonesia ini.

World Health Organization

Aliran pertama ini mungkin bisa dibilang aliran yang paling diutamakan oleh ibu-ibu sekalian. Kenapa? Tentunya karena aliran ini diarahkan oleh World Health Organization (WHO). Organisasi ini tentunya memiliki dasar penelitian yang kuat. Para ibu yang memilih aliran WHO biasanya memberikan si kecil makanan padat dengan dua jenis yang berbeda lagi, yaitu dengan memberikan makanan rumahan atau instan.

MPASI Rumahan

Dengan memberikan MPASI rumahan, Anda bisa tahu persis apa yang diberikan kepada si kecil. Misalkan, Anda tidak perlu takut bahwa makanan tersebut ternyata mengandung pengawet ataupun gula dan garam yang berlebihan. Hal ini juga yang akhirnya membuat saya memutuskan untuk mengikuti aliran ini dalam memberikan MPASI untuk anak saya. Saya berpikir, sehari-hari pun saya lebih banyak makan makanan yang dibuat di rumah. Oleh karena itu, saya ingin anak saya memiliki kebiasaan makan yang sama. Tapi MPASI rumahan ini juga memiliki kekurangan, lho! Pertama, pada bayi yang menyusui ASI eksklusif (tanpa tambahan susu formula), pemberian MPASI rumahan yang kurang tepat bisa berakibat terjadinya kekurangan zat besi atau anemia pada anak. Seram kan? Ternyata hal ini biasanya dikarenakan sang ibu tidak memberikan cukup bahan makanan yang mengandung zat besi atau bisa juga karena cara memasak yang salah sehingga nutrisi di dalam bahan makanan pun berkurang. Untuk menanggulangi hal tersebut, saya melakukan beberapa hal seperti meminta suplemen zat besi untuk anak saya dan juga memastikan bahwa 4 hari dalam seminggu, anak saya diberikan daging merah yang memiliki zat besi yang tinggi didalamnya. Untuk jenis suplemen zat besi, Anda bisa menanyakannya kepada dokter anak yang biasa menangani anak Anda.

MPASI Instan

Sedangkan MPASI instan memiliki kandungan gizi yang terukur di dalamnya. Sehingga tidak perlu diragukan karena bahan makanan di dalamnya sudah memenuhi kebutuhan si bayi. Biasanya bayi yang memiliki alergi ataupun membutuhkan kalori tambahan agar berat badan bertambah akan direkomendasikan untuk diberikan MPASI instant dan bukan rumahan.

Baby Led Weaning

Nah, kalau biasanya makanan bayi diberikan dalam bentuk bubur, di aliran Baby Led Weaning atau biasa disebut BLW, makanan tersebut akan diberikan dalam bentuk aslinya. Hanya saja biasanya akan dikukus atau dipanggang terlebih dahulu sehingga makanan tersebut akan lebih lunak dan mudah dimakan si kecil. BLW bertujuan agar anak bisa mandiri dalam mengonsumsi makanannya dan juga untuk menghargai selera makan sang anak. Ya, kalau biasanya bayi yang biasa disuapi akan dipaksa untuk menghabiskan makanan yang tersedia didalam mangkuk, di aliran BLW ini, sang bayi bebas untuk memakan atau tidak memakan makanan yang disediakan. Kekurangan dari BLW adalah kemungkinan tersedak dan juga kurangnya zat besi. Hal ini dikarenakan biasanya makanan yang diberikan ketika BLW adalah sayuran dan buah yang gampang dipegang oleh bayi dan gampang ditelan oleh gusinya. Sedangkan untuk daging yang kaya zat besi, biasanya jarang diberikan karena susah untuk dipegang dan dikunyah. Karena alasan inilah, saya memutuskan untuk tidak mengikuti aliran BLW pada pemberian makan anak saya. Saya ingin meminimalisasi kemungkinan terjadinya kekurangan zat besi pada anak saya. Akan tetapi, saya juga sesekali memberikan finger foods pada anak saya untuk dia makan sendiri.

Food Combining

Pernah dengar food combining? Ya, food combining adalah metode pola makan yang mengatur pemilihan makanan berdasarkan dengan cara kerja enzim pencernaan. Pada metode food combining, biasanya buah akan menjadi makanan pokok pada 1-2 bulan pertama. Buah dipercaya tidak memberatkan pencernaan si bayi yang baru masuk ke fase transisi dari hanya mencerna ASI menjadi makanan padat. Lalu biasanya setelah buah, akan diikuti dengan pemberian sayuran, karbohidrat, dan protein nabati pada usia 7 bulan. Barulah ketika usia 8 bulan, si bayi diperkenalkan dengan protein hewani. Sama seperti aliran BLW, aliran food combining ini dirasakan memperbesar kemungkinan kekurangan zat besi pada bayi karena baru memakan daging pada usia 8 bulan. Karena hal ini juga lah, saya akhirnya memutuskan untuk tidak mengikuti aliran ini. Bayi juga ternyata memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dengan orang dewasa. Kalau orang dewasa membutuhkan banyak serat dan sedikit lemak, ternyata pada bayi yang banyak dibutuhkan justru banyak lemak dan sedikit serat. Lemak berguna untuk membantu perkembangan sel-sel dalam tubuh khususnya otak. Sedangkan terlalu banyak serat pada bayi ternyata justru menyebabkan sembelit. Unik ya? Dilihat dari pro dan kontra di atas, saya memilih untuk mengikuti aliran WHO dengan mencampurkan MPASI rumahan dengan sesekali instan. Walaupun ada berbagai aliran MPASI yang populer di Indonesia, setiap bayi memerlukan nutrisi tambahan dari MPASI. Seperti yang telah saya sebutkan di atas, Anda bisa memilih dari beberapa aliran utama MPASI yakni aliran WHO, BLW, atau food combining. Nah, bagaimana dengan Anda? Kira-kira aliran manakah yang dirasa cocok dengan si bayi?