Pernahkan suatu hari tanpa sengaja Mums mendengar si Kecil sedang berbicara di kamarnya seolah-olah ia sedang bersama orang lain. Padahal, Mums tahu betul bahwa saat terakhir Mums meninggalkannya di kamar, tidak ada seorang pun di sana. Karena penasaran, akhirnya Mums menghampirinya di kamar dan bertanya dengan siapa barusan ia berbicara. Si Kecil pun menjawab, bahwa barusan ia berbicara dengan temannya yang bernama Tommy!

 

Errghh.. mungkin akan terdengar sedikit aneh, bahkan juga agak menyeramkan ketika mengetahui si Kecil berbicara dengan sosok yang tidak tampak tersebut. Namun, jangan terburu panik dan khawatir dengan kondisi si Kecil, Mums! Pasalnya, hal ini wajar kok dialami oleh anak-anak, di mana mereka akan memiliki sosok lain yang disebut dengan 'teman imajinasi'.

Baca juga: Cara Mengembangkan 8 Jenis Kecerdasan Anak

 

Apakah punya teman imajinasi normal?

Kebanyakan orangtua merasa jika seorang anak yang berbicara sendiri dengan teman imajinasinya, pasti mengalami masalah psikologis. Namun, nyatanya hal ini belum tentu benar. Bahkan beberapa penelitian membuktikan bahwa teman imajinasi memiliki dampak yang baik untuk kesehatan dan perkembangan mental anak.

 

Diketahui, setidaknya 25 hingga 45% anak berusia 3-7 tahun memiliki teman imajinasi. Sebagian besar dari mereka memiliki teman imajinasi yang tidak nyata, sebagiannya lagi menganggap mainan seperti boneka adalah teman imajinasinya. Tammy Gold, terapis dan pelatih bagi orangtua, sekaligus pendiri Tammy Gold Nanny Agency, mengatakan bahwa memiliki teman imajinasi merupakan hal yang normal dialami oleh anak usia balita hingga prasekolah.

Kekerasan pada anak

Bagaimana anak bisa memiliki teman imajinasi?

Bagi setiap orang, memiliki teman tentu merupakan hal yang menyenangkan. Nah, hal inilah yang juga diperoleh oleh anak saat ia memiliki teman imajinasi. Anak-anak sangat senang bermain dan melakukan interaksi sosial. Saat tidak ada teman di sekitar mereka, maka mereka akan memunculkan teman imajinasi sesuai keinginannya. Bermain dengan teman imajinasi bisa membuat anak lebih mudah mengontrol emosi dan perasaannya.

 

Meski memiliki teman imajinasi, bukan berarti anak tidak bisa memeroleh teman di kehidupan sebenarnya. Namun, dengan kehadiran teman imajinasi, anak akan merasa lebih nyaman dan tidak perlu lagi merasa takut atau cemas saat menceritakan segala masalah pada teman imajinasinya tersebut.

 

Apa saja manfaat teman imajinasi bagi perkembangan si Kecil?

Meski sulit diterima oleh logika orang dewasa, namun teman imajinasi ternyata memiliki manfaat yang baik bagi si Kecil lho, Mums. Penelitian yang dilakukan Gleason dan kawan-kawannya, menemukan bahwa bermain dengan teman imajinasi dapat meningkatkan kemampuan anak dalam mengatur emosi. Sebagian besar orangtua yang menjadi responden dalam penelitian tersebut, menyebutkan bahwa teman imajinasi dapat membantu meningkatkan kemampuan verbal anak-anak mereka serta membuat anak mudah bersosialisasi dan beradaptasi. Selain itu, bermain dengan teman imajinasi juga dapat membuat anak lebih kreatif dan fokus.

 

Pada tahun 2004, penelitian yang dilakukan oleh Gleason juga membuktikan bahwa anak yang mempunyai teman imajinasi memiliki peringkat dan nilai yang baik di sekolahnya. Kemampuan verbal dan daya imajinasi yang kuat dianggap dapat membantu anak dalam menyelesaikan masalah akademis maupun masalah sosial mereka.

Baca juga: Jika Anak Terlambat Bicara

 

Bagaimana cara orangtua menghadapi anak yang memiliki teman imajinasi?

Saat pertama kali Mums mengetahui si Kecil memiliki teman imajinasi, mungkin Mums merasa heran. Lantas, bagaimana Mums seharusnya bersikap, ya?

  • Bebaskan anak untuk tetap berimajinasi

    Ketahuilah Mums, menjauhkan si Kecil dari sosok teman imajinasinya bukan ide yang baik. Pasalnya, semakin Mums melarangnya, maka si Kecil akan semakin berpegang teguh pada imajinasinya. Akibatnya, anak menjadi sulit membedakan mana hal yang nyata dan mana yang tidak. 

    Sebaiknya, biarkan si Kecil tetap bermain dengan imajinasinya dalam sosok teman imajinasi tersebut. Percayalah, seiring berjalannya waktu, sosok tersebut akan hilang dengan sendirinya. Namun, untuk sementara ini, Mums bisa ikut berpartisipasi dalam imajinasi si Kecil.

    Coba tanyakan pada si Kecil mengenai warna kesukaan teman imajinasinya atau di mana ia tinggal. Beri kesempatan pada anak untuk membangun identitas teman imajinasi tersebut melalui ceritanya sendiri.

  • Ajarkan anak untuk bertanggung jawab

    Mungkin ada saat di mana si Kecil justru melempar kesalahan pada teman imajinasinya hanya karena ia tidak mau dihukum oleh Mums. Nah, jika ini terjadi, sebaiknya mintalah si Kecil untuk ikut bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan oleh teman imajinasinya tersebut. Tegaskan padanya bahwa apapun yang dilakukan oleh teman imajinasinya, ia juga harus menanggung konsekuensinya.

  • Ajak anak untuk mengenal lingkungan nyatanya

    Bagaimanapun juga, kehidupan anak akan berpusat pada lingkungannya yang nyata. Untuk itu, jangan biarkan anak terlalu asyik dengan dunia imajinasinya hingga ia melupakan sekitar. Ajak si Kecil untuk mencoba berbagai pengalaman baru di kehidupan nyata, termasuk berkenalan dengan teman-teman sebayanya. Semakin sering anak memiliki pengalaman menarik di kehidupan nyatanya, maka secara perlahan-lahan ia akan melupaka teman imajinasinya.

 

Kapan Mums harus waspada dengan kehadiran teman imajinasi si Kecil?

Seiring perkembangan, seharusnya si Kecil akan mulai melupakan teman imajinasinya. Tammy Gold menyebutkan bahwa teman imajinasi bisa dibilang menjadi masalah jika kondisi tersebut sudah memengaruhi kehidupan sehari-hari si Kecil. Berikut beberapa tanda yang Mums harus waspadai:

  • Anak tidak memiliki teman di dalam kehidupan nyata.

  • Anak tidak memiliki minat untuk bersosialisasi.

  • Anak bersikap nakal dan selalu menyalahkan teman imajinasinya.

  • Anak mulai menunjukkan sikap kasar.

Apabila Mums menyadari tanda-tanda ini pada si Kecil, segera lakukan pendekatan yang lebih padanya dan jika perlu konsultasikan hal ini pada tenaga ahli, seperti psikolog anak. (BAG/AY)

Baca juga: Mengenalkan Gender kepada Anak Wajib Dilakukan Sejak Dini