Berdasarkan data dari Alzheimer Disease Internasional, setiap 3 detik akan ada 1 orang yang terdiagnosis Demensia. Di Indonesia, jumlah orang dengan Demensia akan mencapai 4 juta pada 2050. Hal inilah yang membuat dokter menyarankan deteksi dini saat menemukan gejala-gejala umum dari Demensia Alzheimer 

 

“Kalau disederhanakan Alzheimer merupakan satu jenis dari demensia. Semakin kita tua meski dengan kondisi fisik yang sehat, risiko untuk terkena Alzheimer semakin besar. Alzheimer ini merupakan penyakit penuaan di otak,” ungkap dr. Yuda Turana, Sp.S. 

 

Menurut dr. Yuda, tidak ada obat yang menghentikan prosesnya. Namun, saat dihadapkan dengan suatu penyakit yang tidak ada obatnya, sebenarnya kita berhadapan dengan 2 hal, yaitu deteksi dini dan menghindari faktor risikonya. Oleh karena itulah, fokus Alzheimer’s Indonesia (ALZI) saat ini sebenarnya lebih kepada awareness. 

Baca juga: Sering Lupa, Mungkinkah Penyebab Penyakit Alzheimer?

 

Gejala Umum Demensia Alzheimer

Dikutip dari healthinaging.org, demensia jarang terjadi pada orang dewasa yang usianya kurang dari 60 tahun. Namun, setelah usia 60 tahun, demensia menjadi semakin umum. Salah satu penyebab paling umum dari demensia ialah Alzheimer. Lalu, apa saja gejala umumnya?

  • Gangguan daya ingat, seperti lupa kejadian yang baru terjadi.
  • Sulit fokus melakukan aktivitas sehari-hari, seperti memasak atau melakukan perhitungan sederhana.
  • Sulit melakukan kegiatan yang familiar, seperti mengatur keuangan.
  • Disorientasi atau bingung akan waktu ataupun lokasi.
  • Kesulitan dalam memahami visuospasial, seperti sulit membaca atau mengenali wajah sendiri di cermin.
  • Gangguan komunikasi, seperti sulit mencari kosa kata yang tepat.
  • Menaruh barang tidak pada tempatnya.
  • Salah membuat keputusan, seperti berpakaian tidak serasi.
  • Menarik diri dari pergaulan.
  • Perubahan perilaku dan kepribadian, seperti emosi yang berubah secara drastis.

  

Menurut dr. Yuda, Alzheimer diawali dengan gangguan kognitif terlebih dahulu, seperti lupa menyimpan barang. “3 atau 4 tahun setelahnya bisa menjadi gangguan perilaku, seperti emosi, marah tidak pada tempatnya, dan halusinasi pada tahap akhir,” jelas dr. Yuda yang juga merupakan Dekan FK Unika Atma Jaya.




Namun, persoalannya, kalau masih di tahap awal gangguan kognitif, apalagi pada orang tua atau lansia, hal ini sering kali dianggap biasa. “Sehingga kebanyakan orang datang (ke dokter) pada tahap gangguan perilaku. Padahal, ini sudah telat sekali,” paparnya.  

 

Dr. Yuda menambahkan, pada penelitian yang pernah dilakukan di Bali, pengetahuan terhadap gejala Alzheimer sebenarnya bagus. Namun, setelah tahu dan kemudian lupa, hal tersebut dianggap sebagai proses penuaan. 

 

“Jangan maklum dengan pikun. Lupa itu bukan bagian dari proses penuaan normal. Artinya, kalau sudah lupa, lebih baik cepat melakukan deteksi dini,” tambahnya. Selain melakukan deteksi dini, disebutkan oleh dr. Yuda, hal yang tidak kalah penting ialah menghindari faktor risiko. 

Baca juga: Apa Bedanya Demensia dan Alzheimer?

“Yang tidak bagus untuk jantung itu tidak bagus untuk otak, seperti hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi, dan obesitas. Tambahan lain, seperti loneliness (tidak merasa diperhatikan) juga merupakan faktor risiko untuk demensia,” ujarnya. 

 

Cara Mengurangi Risiko Demensia Alzheimer

Karena mudah lupa atau pikun pada orang lanjut usia paling sering disebabkan oleh Alzheimer, maka penting untuk mengetahui cara-cara yang mengurangi risiko Alzheimer dengan CERDIK, yaitu:

  • Cek kesehatan rutin, termasuk cek fungsi otak,
  • Enyahkan asap rokok.
  • Rutin aktivitas fisik, spiritual, dan stimulasi otak.
  • Diet yang seimbang harus diterapkan.
  • Istirahat yang cukup.
  • Kelola stres dan bersosialisasi

 

Meski harus melakukan aktivitas fisik secara rutin, menurut dr. Yuda, aktivitas yang dilakukan tidak hanya sekadar bekerja, berkarya atau latihan fisik pada umumnya, tetapi juga harus dijalani dengan kebahagiaan. “Yang paling penting sebenarnya menyenangkan untuk dilakukan, “ ujarnya. 

Baca juga: Jangan Salah, 6 Hal Tentang Alzheimer Ini Ternyata Mitos

 

“Pernah ada penelitian yang dilakukan pada tikus, yang satu berlari dalam roda dan yang satu memilih  mainannya. Setelah dilakukan otopsi pada otak, ternyata yang paling respons ialah tikus yang memilih mainannya sendiri. Itu berarti apapun yang dilakukan harus menyenangkan,” tutup dr. Yuda. 

 

Nah, sebelum didiagnosis atau berisiko terhadap Alzheimer, jangan lupa melakukan deteksi dini dan cara-cara di atas untuk mengurangi risiko Alzheimer pada diri Kamu dan orang-orang terdekat ya, Gengs! (TI/AY)