Geng Sehat mungkin pernah mendengar istilah body shaming, yakni melontarkan perkataan ataupun melakukan tindakan yang berkaitan seputar bentuk tubuh orang lain, sehingga membuat orang tersebut merasa tidak nyaman. Terkadang tidak semua body shaming memiliki niat untuk menjelekkan seseorang. Namun secara tidak sadar, bagi beberapa orang yang memiliki perasaan lebih sensitif, itu akan menyakiti hati mereka. Apalagi jika orang tersebut belum terlalu kenal dengan kita.

 

Semua kalangan bisa mendapatkan efek dari body shaming. Ini bisa terjadi kepada diri sendiri, saudara, dan teman-teman. Bahkan di era serba digital ini, dalam berbagai media sosial, netizen cukup sering melakukan body shaming. Anak muda, usia produktif, sampai dengan ibu hamil dan lansia, tidak lepas dari targetnya. How sad is that?

 

Mari kita ingat-ingat lagi, apakah Kamu pernah memberikan sapaan berupa, “Hei, kok kamu kurus sekarang?” atau “Kurus amat sekarang, cakep deh!” Sapaan ringan seperti ini memiliki berbagai arti untuk seseorang. Dan tidak jarang juga jawaban yang dilontarkan mengenai komentar badan lebih kurus ini adalah 'terima kasih'.

 
Baca juga: Kesalahan Melakukan Diet Keto Berisiko Sakit Jantung

 

Secara tidak sadar, anggapan kurus adalah hal yang baik. Dampaknya, ungkapan-ungkapan tersebut dapat mendorong keadaan psikis, seperti anoreksia, bulimia, dan lainnya. Saya sebenarnya lebih suka dengan sapaan ringan dalam bahasa Inggris, “You look great today!” Walaupun memang cukup aneh jika dikatakan dalam bahasa Indonesia, but you know what I mean. smile

 

Salah satu hal tentang body shaming yang saya sering baca di media sosial adalah mengenai bentuk tubuh ibu hamil. “Kok, sekarang gendutan?” atau “Kok, kurus amat?” Sama-sama bukan hal yang baik untuk diucapkan kepada ibu-ibu yang tengah mengandung. Begitu pula dengan perkataan, “Kok, kucel amat? Anaknya laki-laki, ya?” atau “Kok, jerawatan?”

 

Dulu, saya selalu berpikir untuk menikmati masa-masa hamil (yang belum pernah saya alami), karena bisa makan sepuasnya. Namun, ternyata setelah sering mendalami berbagai kondisi kehamilan, banyak sekali faktor yang memengaruhi. Faktor hormonal memiliki dampak terhadap pola makan maupun perasaan ibu hamil. Mereka bisa menjadi lebih sensitif terhadap hal-hal kecil. Mudah menangis pada hal yang menyentuh emosional mereka, walaupun sedikit saja.

 
Baca juga: Rajin Sarapan Demi Tubuh Impian

 

 

Bahkan, masalah hormonal ini memengaruhi pola makan mereka, yang dikenal sebagai hiperemesis gravidarum. Kondisi ini ialah ketika para ibu hamil mengalami muntah-muntah yang cukup sering setiap hari. Hal ini dapat mencetuskan dehidrasi, naiknya asam lambung, lemas, dan sebagainya. Bukan berarti mereka tidak berjuang untuk menghadapi masalah ini, tetapi memang aspek hormonal memiliki peran cukup dominan dalam hal ini.

 

Bukannya saya tidak setuju dengan badan kurus adalah hal yang baik. Namun, saya lebih suka menyebut badan proporsional. Badan yang proporsional dapat membuat lebih segar dan menjauhkan diri dari berbagai penyakit metabolik. Pasalnya, tekanan dalam bentuk badan juga dapat mencetuskan psikologis yang tidak nyaman, yang akhirnya membuat munculnya obsesi berlebih terhadap pola makan dan bentuk badan.

 

Apa yang dapat kita bantu? Coba untuk tidak mengangkat isu fisik dan bentuk tubuh dalam sapaan dan pujian kita. Mungkin ini adalah hal yang kecil, tetapi berarti untuk sebagian besar orang. Dukungan teman-teman yang ada di sekitar ketika mereka sedang hamil, diet, ataupun sakit. Berikan pujian yang dapat memotivasi mereka untuk tetap hidup sehat. Semoga bermanfaat!

 
Baca juga: Diet Ketat Sulit Turunkan Berat Badan

 

Kebiasaan Body Shaming - GueSehat